MENGAJARKAN BAHASA INGGRIS MELALUI SASTRA
Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh: Denny Nugraha
Jurusan Tadris Bahasa Inggris Semester V
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon
Ditulis dalam Bahasa Inggris (original) oleh: Murat Hismanoglu
Ufuk University, English Preparatory School
Abstrak
Jurnal ini menekankan pada penggunaan sastra sebagai teknik populer
untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar berbahasa (membaca, berbicara,
menyimak, dan menulis) dan area bahasa (kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan)
sekarang ini. Alasan untuk menggunakan teks sastra dalam kelas bahasa asing dan
kriteria utama untuk memilih teks sastra yang cocok dalam kelas tersebut
ditekankan sehingga akan membuat pembaca menjadi familiar dengan alasan-alasan dan
kriteria yang disediakan bagi penggunaan dan pemilihan teks sastra oleh guru
bahasa. Selain itu, sastra dan pengajaran kemampuan bahasa, kelebihan genre
sastra yang berbeda (contoh; puisi, cerita pendek, drama dan novel) pada
pengajaran bahasa dan beberapa permasalahan yang dijumpai oleh guru bahasa pada
area pengajaran bahasa Inggris melalui sastra (contoh; kurangnya persiapan di
area pengajaran sastra dalam program TESL (Teaching English as Second
Language)/TEFL (Teaching English as Foreign Language), tidak adanya
tujuan yang jelas dalam menentukan peran sastra dalam ESL/EFL, guru bahasa yang
tidak mempunyai latar belakang dan pelatihan dalam sastra, kurangnya materi
yang sesuai terdesain secara pedagogis yang dapat digunakan oleh guru-guru
bahasa dalam konteks sebuah kelas) diperhatikan.
Kata Kunci: Sastra, Pengajaran Sastra, Pengajaran Kemampuan
Berbahasa, Pengajaran Bahasa Asing, Kompetensi Kesastraan
1.
Pendahuluan
Di tahun-tahun terakhir ini, peran sastra sebagai sebuah komponen
dasar dan sumber teks asli dari kurikulum bahasa daripada sebuah tujuan
terakhir pengajaran bahasa telah mendapat momentumnya. Diantara guru bahasa,
ada perdebatan panas tentang bagaimana, kapan, dimana, dan mengapa sastra harus
diintegrasikan kedalam kurikulum ESL/EFL. Diskusi yang kokoh bagaimana sastra
dan pengajaran ESL/EFL dapat bekerja sama dan berinteraksi untuk memudahkan siswa
dan guru telah mengarah pada perkembangan ide-ide, pembelajaran, dan pengajaran
yang menarik dan berkembang untuk semua. Banyak guru yang menganggap penggunaan
sastra dalam pengajaran bahasa sebagai perhatian yang menarik dan layak
diperbincangkan (Sage 1987:1). Dalam jurnal ini, mengapa seorang guru bahasa
harus menggunakan teks sastra dalam kelas bahasa, jenis sastra apa yang guru
bahasa harus gunakan bersama siswa, sastra dan pengajaran kemampuan berbahasa,
dan kelebihan jenis-jenis karya sastra yang berbeda pada pengajaran bahasa akan
diperhatikan. Demikian, tempat sastra sebagai alat daripada sebuah akhir dalam
pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing akan digali lebih
dalam.
2.
Pengajaran Sastra: Mengapa dan Apa
Penggunaan sastra sebagai satu teknik untuk mengajarkan
kemampuan-kemampuan dasar berbahasa (membaca, menulis, menyimak, dan berbicara)
dan area bahasa (kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan) sangat populer dalam
bidang pembelajaran dan pengajaran bahasa asing sekarang ini. Selain itu, pada
pelajaran penerjemahan, banyak guru bahasa menyuruh siswa-siswanya
menerjemahkan teks sastra bahasa Inggris seperti drama, puisi, dan cerita
pendek kedalam bahasa ibu (Turki). Karena penerjemahan memberikan siswa peluang
untuk berlatih pengetahuan leksikal, sintaksis, semantik, pragmatis, dan stylistic
yang telah mereka peroleh pada pelajaran lain, penerjemahan sebagai sebuah
wilayah aplikasi meliputi empat kemampuan dasar dan sebagai kemampuan kelima
ditekankan dalam pengajaran bahasa. Di segmen bawah, mengapa guru bahasa
menggunakan teks sastra di kelas bahasa asing dan kriteria utama untuk
menseleksi teks sastra yang sesuai di kelas-kelas bahasa asing ditekankan juga sehingga
akan membuat pembaca familiar dengan alasan-alasan yang disediakan dan kriteria
untuk pemanfaatan dan pemilihan teks sastra oleh guru bahasa.
2.1. Alasan-alasan menggunakan teks
sastra dalam kelas bahasa asing
Menurut Collie dan Slater (1990:3), ada empat alasan utama yang
menuntun seorang guru bahasa untuk menggunakan sastra di kelas. Alasan-alasan
itu adalah materi yang bersifat asli dan berharga, pengayaan kultural dan
keterlibatan personal. Selain itu daripada empat alasan-alasan utama ini,
universalitas, non-trivialitas, keterkaitan personal, keragaman, ketertarikan,
kekuatan ekonomi dan sugestif, dan ambiguitas adalah beberapa faktor lain yang
mensyaratkan penggunaan sastra sebagai sebuah sumber yang kuat dalam konteks kelas.
a.
Materi
yang asli dan berharga
Sastra adalah
materi yang otentik. kebanyakan karya sastra tidak dibuat untuk tujuan utama
pengajaran bahasa. Banyak sampel otentik bahasa dalam konteks kehidupan nyata
(contoh; jadwal perjalanan, perencanaan kota, bentuk-bentuk, pamflet, kartun,
iklan, koran atau artikel majalah) telah dimasukan kedalam materi pelajaran
akhir-akhir ini. Jadi, dalam konteks sebuah kelas, siswa diekspos pada sampel
bahasa yang aktual dari kehidupan nyata / konteks seperti kehidupan nyata.
Sastra dapat berperan sebagai pelengkap yang berguna untuk materi tersebut,
khususnya ketika level “ketahanan hidup” pertama telah terlewati. Dalam membaca
teks sastra, karena siswa juga harus berhadapan dengan bahasa yang dikehendaki
untuk penutur asli, mereka menjadi familiar dengan banyak bentuk-bentuk
linguistik yang berbeda, fungsi-fungsi dan makna-makna yang komunikatif.
b.
Pengayaan
kultural
Bagi banyak
pembelajar bahasa, cara yang ideal untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap
aspek-aspek komunikasi verbal/non-verbal di negara dimana bahasa itu diujarkan
– sebuah kunjungan – adalah hampir tidak ada sama sekali. Bagi pembelajar
tersebut, karya-karya sastra, seperti novel, drama, cerita pendek, dsb.,
memfasilitasi pemahaman bagaimana komunikasi dalam konteks di negara itu.
Walaupun dunia novel, drama atau cerita pendek adalah imajiner/fiksi, karya
tersebut menghadirkan latar yang penuh warna dimana karakter-karakter dari
banyak latar belakang sosial/regional bisa dideskripsikan. Seorang pembaca
dapat menemukan cara karakter-karakter dalam karya sastra tersebut melihat
dunia luar (contoh; pikiran mereka, perasaan, kebiasaan, tradisi, yang
dimilikinya; apa yang mereka beli, mereka percayai, mereka takuti, mereka
nikmati; bagaimana mereka berbicara dan bertingkah dalam latar yang berbeda).
Dunia buatan yang penuh warna ini dapat dengan cepat membantu pembelajar asing
untuk merasakan kode-kode dan obsesi yang membentuk sebuah masyarakat nyata
melalui literasi visual semiotik. Sastra mungkin lebih baik dipandang sebagai
sebuah pelengkap untuk materi lain yang digunakan untuk mengembangkan pemahaman
pembelajar asing tentang negara yang bahasanya dipelajari oleh mereka. Juga,
sastra menambahkan banyak kasus tata bahasa kultural pembelajar.
c.
Pengayaan
bahasa
Sastra membekali
siswa dengan jangkauan leksikal dan item sintaksis yang luas. Siswa menjadi
familiar dengan banyak keunggulan bahasa tulis, membaca konten teks yang
berbobot dan terkontekstualisasi. Mereka belajar tentang sintaksis dan fungsi
diskursus kalimat, kemungkinan struktur yang beragam, cara-cara yang berbeda
dalam menghubungkan pikiran-pikiran, yang mana kemudian akan mengembangkan dan
memperkaya kemampuan menulis mereka sendiri. Siswa juga menjadi lebih produktif
dan banyak bertualang ketika mereka mulai menghayati kekayaan dan
keanekaragaman bahasa yang mereka coba pelajari dan mulai untuk mempergunakan
beberapa potensi mereka sendiri. Jadi, mereka meningkatkan kompetensi kultural
dan komunikatif mereka dalam kekayaan dan kealamian teks yang otentik.
d.
Keterlibatan
personal
Sastra bisa sangat
berguna dalam proses belajar bahasa untuk memperlihatkan keterlibatan personal.
Suatu ketika siswa membaca sebuah teks sastra, mereka mulai menempati teks.
Mereka seolah-olah digambarkan dalam teks. Memahami makna-makna leksikal atau
frase menjadi kurang signifikan daripada mengejar perkembangan cerita. Siswa
menjadi antusias untuk menemukan apa yang terjadi sebagaimana kejadian yang
dibeberkan lewat klimaks; mereka merasa dekat dengan karakter tertentu dan
berbagi respon emosional mereka. Hal ini dapat menimbulkan efek yang bermanfaat
pada keseluruhan proses pembelajaran bahasa. Pada titik waktu ini, keutamaan
pemilihan teks sastra dalam hubungan dengan kebutuhan, ekspektasi/harapan, dan
minat, level bahasa dari siswa adalah sebagai bukti proses belajar. Dalam proses
ini, mereka dapat menghapus krisis identitas dan mengembangkannya kedalam
pikiran yang terbuka.
Maley (1989:12)
membuat daftar beberapa alasan positif mengenai sastra sebagai sebuah sumber
daya potensial dalam kelas bahasa sebagai berikut:
1)
Universalitas
Karena kita semua
umat manusia, maka tema-tema sastra selalu berhubungan dengan segala hal yang
umum untuk semua budaya walaupun dengan cara persepsi yang berbeda-beda –
kematian, cinta, perpisahan, kepercayaan, sifat ... hal-hal ini tentu familiar.
Semua pengalaman ini terjadi pada umat manusia.
2)
Non-trivialitas
Banyak bentuk-bentuk
input/masukan yang lebih familiar dalam pengajaran bahasa yang cenderung untuk
meremehkan teks atau pengalaman sedangkan sastra sebaliknya. Sastra adalah
tentang hal-hal yang berarti bagi para penulis ketika mereka menuliskannya.
Sastra mungkin menawarkan keotentikan sebagaimana masukan yang otentik.
3)
Keterlibatan
personal
Semenjak sastra
berhubungan dengan pikiran-pikiran, hal-hal, sensasi, dan kejadian-kejadian
yang merupakan bagian dari pengalaman pembaca atau yang mereka dapat masuki secara
imajinatif, mereka mampu untuk menghubungkannya kedalam kehidupan mereka
sendiri.
4)
Keragaman
Sastra mencakup
keragaman subjek masalah. Faktanya, sastra adalah sekumpulan topik-topik untuk
digunakan dalam ELT (English Language Teaching). Didalam sastra, kita
dapat menemukan bahasa hukum dan pendakian, bahasa obat-obatan, ceramah gereja
dan perbincangan keperawatan.
5)
Minat/ketertarikan
Sastra berhubungan
dengan tema-tema dan topik-topik yang secara intrinsik menarik, karena
merupakan bagian dari pengalaman manusia, dan memperlakukan mereka dalam
cara-cara yang dirancang untuk menarik perhatian pembaca.
6)
Kekuatan
sugestif dan ekonomi
Salah satu
kekuatan terbesar sastra adalah kekuatan sugestifnya. Bahkan dalam bentuk yang
paling sederhana, sastra mengajak kita untuk pergi keluar dari apa yang
dikatakan kepada apa yang disiratkan. Karena sastra mengajukan banyak pikiran
dengan beberapa kata, maka sastra adalah hal yang ideal untuk menumbuhkan
diskusi bahasa. Hasil yang maksimal bisa jadi sering berasal dari masukan/input
yang minim.
7)
Ambiguitas
Sebagaimana sastra
sangat sugestif dan asosiatif, sastra berbicara secara halus makna-makna yang
berbeda kepada orang yang berbeda. Jarang sekali bagi dua pembaca untuk
bereaksi sama terhadap suatu teks. Didalam pengajaran, sastra mempunyai dua
kelebihan. Kelebihan pertama adalah bahwa masing-masing penafsiran siswa
mempunyai validitas dalam keterbatasan. Kelebihan yang kedua adalah bahwa
sebuah modal yang hampir tak terbatas dari diskusi interaktif dapat terjadi sebab
masing-masing persepsi siswa berbeda-beda. Bahwa tidak seorangpun dari dua
pembaca akan mempunyai penafsiran konvergen/yang menyatu sama sekali yang
membangun ketegangan yang perlu untuk sebuah pertukaran pikiran yang otentik.
Terpisah dari
alasan-alasan yang disebutkan diatas untuk menggunakan sastra dalam kelas
bahasa asing, salah satu fungsi utama sastra adalah kekayaan
sosiolinguistiknya. Penggunaan bahasa berubah dari satu kelompok sosial ke
kelompok yang lain. Demikian juga, sastra berubah dari satu lokasi geografis ke
lokasi geografis yang lain. Seseorang berbicara secara berbeda dalam konteks
sosial yang berbeda seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi dan teater
(contoh; percakapan yang formal, informal, tidak formal, dingin, intim). Bahasa
yang digunakan berubah dari satu profesi ke profesi lain (contoh; dokter,
insinyur, ekonom, menggunakan istilah/terminologi yang berbeda). Untuk
meletakannya secara berbeda, karena sastra membekali siswa dengan jangkauan
keragaman bahasa yang luas seperti sosiolek, dialek daerah, jargon, idiolek,
dsb., sastra mengembangkan kompetensi sosiolinguistik mereka ke bahasa target.
Oleh sebab itu, menggabungkan sastra kedalam sebuah program pengajaran bahasa
asing sebagai sumber yang potensial untuk merefleksikan aspek-aspek
sosiolinguistik dari bahasa target menjadi penting.
2.2. Kriteria memilih teks sastra yang
sesuai dalam kelas bahasa asing (ESL/EFL)
Ketika memilih teks sastra yang akan digunakan di kelas, guru
bahasa hendaknya mempertimbangkan kebutuhan, motivasi, minat, latar belakang
budaya dan level penguasaan bahasa siswa. Namun, satu faktor penting untuk
dipertimbangkan adalah apakah karya tertentu mampu menyingkapkan macam-macam
keterlibatan personal dengan merangsang minat siswa dan memunculkan reaksi yang
kuat dan positif dari mereka. Membaca teks sastra itu lebih memungkinkan untuk
memiliki efek yang berharga dan jangka panjang pada pengetahuan linguistik dan
ekstra-linguistik siswa ketika teks tersebut bermakna dan menghibur. Memilih
buku-buku yang relevan terhadap pengalaman-pengalaman kehidupan nyata,
emosi-emosi, atau mimpi-mimpi siswa adalah sangat penting. Kerumitan bahasa
harus dipertimbangkan sebaik mungkin. Jika bahasa karya sastra itu sederhana,
ini mungkin memfasilitasi kepahaman teks sastra tapi itu bukan kriteria yang
paling krusial. Minat, daya tarik, dan keterkaitan juga penting. Kenikmatan;
sebuah wawasan yang segar dalam isu-isu perlu dirasakan untuk dihubungkan ke
pusat perhatian siswa; kesenangan menemui pemikiran seseorang atau situasi
dijadikan contoh dengan jelas dalam sebuah karya seni; kesenangan lain yang
sama dari memperhatikan pikiran-pikiran, perasaan, emosi, atau situasi yang
sama itu dihadirkan oleh sebuah perspektif baru: semua ini adalah dimaksudkan
untuk menolong siswa ketika berhadapan dengan rintangan linguistik yang mungkin
terlalu besar dalam materi terbilang minim (Collie and Slatter 1990:6-7).
3.
Sastra dan Pengajaran kemampuan berbahasa
Sastra berperan penting dalam pengajaran empat kemampuan dasar
berbahasa seperti membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Namun, ketika
mengggunakan sastra di kelas, kemampuan-kemampuan tersebut hendaknya tidak
pernah diajarkan terpisah tetapi dalam cara yang terintegrasi. Guru hendaknya
mencoba mengajarkan kemampuan dasar berbahasa sebagai bagian yang utuh dari penggunaan
bahasa lisan ataupun tulis, sebagai bagian dari maksud untuk menciptakan makna
interaksional maupun referensial, tidak hanya sebagai sebuah aspek dari
produksi kata-kata, frasa-frasa, dan kalimat-kalimat lisan dan tertulis.
3.1.
Sastra dan Membaca
Guru ESL/EFL hendaknya mengadopsi sebuah dinamika pendekatan
terpusat pada siswa terhadap sebuah karya sastra. Dalam pelajaran membaca, diskusi
dimulai pada level literal/berdasar teks dengan pertanyaan-pertanyaan langsung
dari fakta mengenai latar, karakter, dan alur yang dapat dijawab oleh rujukan
spesifik kepada teks. Ketika siswa menguasai pemahaman literal, mereka pindah
ke level inferensial, dimana mereka harus membuat spekulasi dan interpretasi
mengenai karakter, latar, dan tema, dan dimana mereka menghasilkan sudut
pandang penulis. Setelah memahami pemilihan dasar kesastraan pada level literal
dan inferensial, siswa siap untuk melakukan kerja kolaboratif. Hal itu adalah
untuk menyatakan bahwa mereka dapat saling berbagi evaluasi/penilaian mereka dan
reaksi personal terhadap karya tersebut – terhadap karakter-karakter, tema, dan
sudut pandang penulis. Hal ini juga merupakan saat yang tepat bagi mereka untuk
berbagi reaksi mereka terhadap isu-isu natural dan kultural dan tema karya
tersebut. Level ketiga yaitu level personal/evaluatif yang mana merangsang
siswa untuk berpikir imajinatif tentang karya dan membangkitkan kemampuan
penyelesaian masalah mereka. Diskusi berasal dari pertanyaan-pertanyaan
(karakter,tema,latar) dapat menjadi pondasi untuk aktifitas lisan (speaking)
maupun tertulis (writing) (Stern 1991:332).
3.2.
Sastra dan Menulis
Sastra bisa menjadi sumber yang kuat dan memotivasi bagi aktifitas
menulis dalam konteks ESL/EFL, keduanya (sastra dan menulis) sebagai model dan
sebagai subjek permasalahan. Sastra sebagai model/contoh terjadi ketika tulisan
siswa menjadi nampak sama dengan karya original atau dengan jelas meniru
konten, tema, penyusunan, dan/atau gayanya. Namun, ketika tulisan siswa
memperlihatkan pemikiran asli seperti interpretasi atau analisis, atau ketika
pemikiran itu muncul dari mereka sendiri, atau pemikiran itu secara kreatif
dirangsang oleh, membaca, sastra berfungsi sebagai subjek masalah. Sastra
menempatkan keragaman tema yang sangat besar untuk berbagai macam aktifitas
menulis seperti menulis terbimbing, bebas, terkontrol dan lain-lain.
3.2.1.
Sastra sebagai sebuah model untuk menulis
Ada tiga macam menulis yang dapat didasarkan pada sastra sebagai
sebuah model:
Menulis terkontrol:
latihan-latihan berbasis model terkontrol yang mana banyak digunakan dalam
menulis level permulaan secara khusus mensyaratkan wacana saduran dalam cara
sembarang untuk berlatih struktur gramatikal yang spesifik. Contohnya siswa
bisa menjadi reporter yang sedang melakukan sebuah acara berita langsung, atau
mereka dapat menulis ulang sebuah wacana sudut pandang orang ketiga menjadi
sudut pandang orang pertama dari sebuah karakter.
Menulis terbimbing: aktifitas ini
bersesuaian dengan level intermediet ESL/EFL. Siswa merespon kepada sebuah
urutan pertanyaan atau kalimat lengkap yang mana ketika diletakan bersama-sama,
mereka dapat menceritakannya kembali atau meringkas model yang diberikan. Dalam
beberapa kasus, siswa menyelesaikan latihan setelah mereka menerima beberapa
kalimat pertama atau kalimat topik dari sebuah ringkasan, parafrase, atau
deskripsi. Latihan-latihan menulis terbimbing, khususnya pada level literal,
memungkinkan siswa untuk memahami suatu karya. Pendekatan model dan pendekatan
skenario akan sangat berguna dalam hal ini.
Mereproduksi model: aktifitas ini
terdiri dari teknik-teknik seperti memparafrase, meringkas, dan mengadaptasi.
Teknik-teknik ini sangat berguna bagi latihan-latihan menulis dalam konteks
ESL/EFL. Dalam mem-parafrase, siswa disyaratkan untuk menggunakan kata-kata
mereka sendiri untuk menuliskan kembali hal-hal yang mereka lihat/baca dalam
bentuk tertulis atau lisan. Karena parafrase bertepatan dengan percobaan siswa
untuk memahami puisi, parafrase secara menonjol merupakan sebuah alat yang
berguna untuk memahami puisi. Karya ringkasan berjalan baik dengan drama dan
cerita pendek yang realistik, dimana kejadian-kejadian secara normal mengikuti
sebuah urutan kronologis dan mempunyai elemen-elemen konkrit seperti alur,
latar/setting, dan karakter untuk memandu siswa dalam menulis. Teknik adaptasi
mensyaratkan penyaduran prosa fiksi kedalam dialog (percakapan) atau, secara
berlawanan, menyadur sebuah drama atau scene kedalam narasi. Aktifitas
ini memungkinkan siswa untuk sadar akan keragaman/variasi antara ragam bahasa
Inggris lisan dan tulis.
3.2.2.
Sastra sebagai subjek masalah untuk menulis
Menemukan bahan/materi yang sesuai
bagi kelas menulis terkadang sulit untuk guru mengarang/menulis karena menulis
tidak memiliki subjek masalah sendiri. Satu kelebihan yang dimiliki sastra
sebagai konten bacaan sebuah pelajaran mengarang adalah bahwa bacaan-bacaan
menjadi subjek masalah untuk mengarang. Dalam sebuah pelajaran mengarang yang
konten bacaannya adalah sastra, siswa membuat kesimpulan-kesimpulan, merumuskan
pikiran-pikiran mereka sendiri, dan melihat secara dekat pada sebuah teks untuk
bukti untuk mendukung generalisasi. Jadi, mereka belajar bagaimana untuk
berpikir secara kreatif, bebas, dan kritis. Pelatihan seperti ini membantu
mereka dalam pelajaran lain yang mensyaratkan penalaran logis, berpikir
independen, dan analisis yang cermat terhadap teks (Spack 1985:719).
Secara utama ada dua macam menulis
berdasarkan sastra sebagai subjek masalah: menulis “pada atau tentang” sastra,
dan menulis “keluar dari” sastra. Kategori-kategori ini cocok dan berguna bagi
siswa ESL/EFL.
3.2.2.1.Menulis “pada atau tentang” Sastra
Menulis “pada atau tentang” mencakup tugas-tugas tradisional –
seperti respon tertulis terhadap pertanyaan-pertanyaan, menulis paragraf, esai
dalam kelas, dan tugas mengarang dibawa ke rumah (take home) – dimana
siswa menganalisis karya atau dimana mereka berspekulasi pada alat-alat sastra
dan gaya. Menulis “pada atau tentang” dapat terjadi sebelum siswa mulai membaca
sebuah karya. Guru pada umumnya mendiskusikan tema atau sebuah isu yang muncul
dari karya tersebut, dan lalu siswa menulis tentang tema/isu itu dengan rujukan
kepada pengalaman hidup mereka sendiri. Hal ini membantu untuk menarik
perhatian mereka kedalam karya dan membuat mereka siap untuk membaca dan
menulis tentang itu. Kebanyakan tugas-tugas menulis dilakukan baik selama dan
setelah membaca, namun, juga bisa berasal dari diskusi kelas. Mereka mengambil
banyak bentuk diskusi, seperti pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab,
pernyataan/keterangan untuk diperdebatkan, atau topik-topik untuk diperluas.
Untuk itulah kelompok-kelompok diskusi dibangun.
3.2.2.2.Menulis “keluar dari” Sastra
Menulis “keluar dari” sastra berarti
mempergunakan sebuah karya sastra sebagai batu loncatan untuk karangan –
tugas-tugas kreatif yang dikembangkan seputar alur, karakter, latar/setting,
tema, dan bahasa kiasan. Ada banyak bentuk menulis keluar dari sastra, seperti Menambahkan
sesuatu ke karya, merubah karya, Menulis terinspirasi Drama, dan Sebuah
surat ditujukan kepada karakter lain, dll.
Menambahkan sesuatu kedalam karya:
hal ini terdiri dari menulis episode atau sekuel (lanjutan) yang imajiner,
atau, dalam kasus drama, “mengisi kedalam” adegan/scene untuk aksi off-stage
yang hanya dirujuk kepada dialog.
Merubah karya: siswa dapat
membuat akhiran cerita mereka sendiri dengan membandingkan akhiran/ending cerita
milik penulis dengan milik mereka. Cerita-cerita pendek dapat disadur secara
keseluruhan atau sebagian dari sudut pandang sebuah karakter melawan sudut
pandang seorang narator orang ketiga atau dari karakter yang berbeda.
Menulis terinspirasi Drama: hal ini
mungkin untuk melakukan aktifitas menulis yang terinspirasi dari drama,
cerita-cerita pendek, novel-novel, dan juga terkadang puisi. Siswa menyelam kedalam
kesadaran karakter dan kemudian menulis tentang sifat-sifat dan perasaan
karakter itu.
Sebuah surat yang ditujukan kepada karakter lain: siswa dapat menulis sebuah surat kepada salah satu karakter,
dimana dia memberikan karakter tersebut saran pribadi tentang bagaimana untuk
mengatasi sebuah masalah atau situasi tertentu (Stern 1991:336).
3.3.
Sastra, Menyimak, dan Berbicara
Kajian sastra dalam sebuah kelas bahasa, walaupun digabungkan
dengan membaca dan menulis, dapat memainkan sebuah peran yang sama-sama
bermakna dalam pengajaran baik berbicara maupun menyimak. Membaca nyaring,
dramatisasi, improvisasi, bermain peran, pantomim, diskusi, dan aktifitas
kelompok mungkin berpusat pada sebuah karya sastra.
Membaca Nyaring
Guru bahasa dapat membuat pemahaman menyimak dan pengucapan (pronunciation)
menjadi menarik, memotivasi dan terkontekstualisasi pada level teratas,
memainkan sebuah rekaman atau video dari sebuah karya sastra, atau membaca
sastra nyaring mereka sendiri. Menginstruksikan siswa membaca sastra secara
nyaring berkontribusi untuk mengembangkan speaking sebaik kemampuan listening/menyimak.
Selain itu, hal ini mengarah pada peningkatan kualitas pengucapan. Pengucapan/pronunciation
mungkin menjadi fokus sebelum, selama, dan/atau setelah membaca.
Drama
Tidak perlu untuk
dikatakan, aktifitas dramatis berbasis sastra itu bermanfaat bagi siswa
ESL/EFL. Aktifitas-aktifitas tersebut memfasilitasi dan mempercepat
perkembangan kemampuan lisan karena memotivasi siswa untuk meraih pemahaman
yang lebih jelas dari sebuah alur suatu karya dan juga pemahaman yang lebih
dalam akan kesadaran karakter-karakternya. Walaupun drama dalam kelas dapat
mengasumsikan banyak bentuk, ada tiga tipe utama, yaitu adalah dramatisasi/penulisan
drama, bermain peran, dan improvisasi.
Dramatisasi/penulisan drama
Dramatisasi mensyaratkan pertunjukan kelas dari materi tertulis
naskah. Siswa dapat membuat naskah milik mereka sendiri untuk cerita pendek
atau bagian/segmen novel, mengadaptasi karya mereka sedekat mungkin kepada teks
asli. Didasarkan pada cerita, mereka harus menerka apa yang akan karakter
katakan dan bagaimana mereka akan mengatakannya. Naskah ditulis oleh siswa yang
juga mungkin terlibat dalam drama. Puisi terdiri dari satu atau lebih persona
mungkin juga ditulis oleh siswa. Siswa hendaknya dengan perhatian membaca
segmen/bagian yang ditentukan dari dialog sebelumnya dan mampu untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang karakter dan alur. Mereka hendaknya menandai kosa
kata, idiom, atau dialog yang mereka tidak mengerti dan kata-kata yang tidak
bisa mereka ucapkan/ujarkan. Siswa kemudian berlatih adegan dengan partner
mereka. Walaupun mereka tidak mengingatnya, mereka mempelajarinya dengan cukup
baik untuk membuat kontak mata dan mengatakan dialog/monolog mereka dengan
makna dan perasaan. Selain itu, mereka berdiskusi mengenai aspek-aspek semiotik
dalam mementaskan adegan (contoh; ekspresi wajah, gestur, dan aspek-aspek
fisik). Akhirnya dramatisasi dihadirkan sebelum kelas dimulai.
Improvisasi dan bermain peran
Baik improvisasi dan bermain peran mungkin dikembangkan seputar
karakter, alur, dan tema karya sastra. Improvisasi adalah sebuah aktifitas yang
lebih sistematis, yaitu sebuah dramatisasi tanpa sebuah naskah. Ada sebuah alur
yang dapat diidentifikasi dengan sebuah awalan, pertengahan, dan akhiran di
improvisasi. Namun, dalam bermain peran, siswa membayangkan karakter dari karya
yang sedang mereka baca dan bergabung dalam sebuah aktifitas berbicara yang lain
daripada sebuah dramatisasi, seperti sebuah interview atau diskusi panel.
Aktifitas Kelompok
Dalam aktifitas ini, masing-masing siswa bertanggung jawab
mengungkapkan fakta-fakta dan ide-ide untuk dikontribusikan dan didiskusikan
yang merangsang partisipasi secara total. Semua siswa dilibatkan dan partisipasi
bersifat multi direksional. Ketika mengajarkan bahasa Inggris melalui sastra,
beberapa aktifitas kelompok yang digunakan dalam kelas bahasa adalah diskusi
kelas umum, kerja kelompok kecil, diskusi panel, dan debat. Semua aktifitas
kelompok ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa dan
memberikan kesempatan untuk berlatih pengucapan. Guru menandai kesalahan
pengucapan siswa selama kegiatan tersebut kemudian membenarkan
kesalahan-kesalahan tersebut agar tidak terulang kembali (Stern 1991:337).
4.
Kelebihan jenis-jenis sastra yang berbeda pada bahasa
4.1.
Kelebihan menggunakan puisi pada pengajaran bahasa
Puisi dapat membuka jalan untuk pembelajaran dan pengajaran
kemampuan dasar berbahasa. Hal itu adalah perumpamaan yang merupakan
koneksi/hubungan yang paling penting antara pembelajaran dan puisi. Karena
kebanyakan puisi secara sadar atau tidak mempergunakan kiasan sebagai salah
satu metode utamanya, puisi menawarkan sebuah proses pembelajaran yang
signifikan. Ada setidaknya dua kelebihan pembelajaran yang dapat diambil dari
mengkaji/mempelajari puisi:
Ø Apresiasi proses karangan penulis, yang mana siswa dapatkan dengan
mempelajari puisi beserta komponen-komponennya.
Ø Mengembangkan sensitifitas untuk kata-kata dan penemuan-penemuan
yang mungkin nanti tumbuh kedalam minat yang lebih dalam dan kemampuan analitis
yang lebih hebat.
Sarac (2003: 17-20) juga menjelaskan kelebihan edukasi dari puisi
sebagai berikut:
·
Menyediakan
pembaca dengan sudut pandang yang berbeda terhadap penggunaan bahasa dengan bergerak
keluar pemakaian kata-kata dan aturan-aturan tata bahasa, sintaksis, juga kosa
kata yang telah diketahui,
·
Menggerakkan
pembaca yang tak bersemangat dengan membuka eksplorasi dan
penafsiran-penafsiran yang berbeda,
·
Membangkitkan
perasaan-perasaan dan gagasan-gagasan dalam hati dan pikiran,
·
Membuat
siswa familiar dengan perumpamaan/kiasan (contoh; kias, metafora, ironi,
personifikasi, imajeri, dll.) karena menjadi bagian penggunaan bahasa
sehari-hari mereka.
Sebagaimana Cubukcu (2001:1) menyebutkan, puisi adalah sebuah
pengalaman yang dapat dinikmati dan berharga dengan ciri-ciri memiliki rima dan
ritme yang mana dapat menyampaikan “cinta dan apresiasi untuk bunyi dan
kekuatan bahasa”. Pada titik waktu ini, dapat dinyatakan bahwa siswa menjadi
familiar dengan aspek-aspek suprasegmental dari bahasa target, seperti
tekanan/stress, puncak/pitch, titik temu, intonasi dengan mempelajari puisi.
Melalui puisi, siswa dapat belajar juga elemen-elemen semiotik
dalam bahasa target. Elemen-elemen itu merupakan pelatihan kultural.
Sebagaimana Hiller (1983:10) menyatakan, puisi hendaknya dilihat sebagai unsur hypersign,
“semiotic signifier”, bersama-sama masuk kedalam hubungan yang lazim
siswa dan mengarah kepada “level simbolik” dan level ini merupakan kecenderungan
seseorang untuk di artikan dalam sebuah puisi. Gagasan ini dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
Signifier
Level semiotik
----------------------
Signifier
Puisi-Hypersign ------------------------------
Level simbolik Signified
Selain itu, puisi menggunakan bahasa untuk membangkitkan dan mengagungkan
kualitas hidup spesial, dan memuaskan pembaca dengan perasaan. Hal itu adalah khususnya
lirik puisi yang didasarkan pada perasaan dan masih menyediakan kelebihan
emosional yang lain. Puisi adalah salah satu dari pemancar budaya yang paling
efektif dan sangat kuat. Puisi terdiri dari sangat banyak elemen budaya –
kiasan, kosa kata, idiom, termasuk nada yang tidak mudah diterjemahkan kedalam
bahasa lain (Sage 1987: 12-13).
4.2.
Kelebihan menggunakan cerita pendek pada pengajaran bahasa
Fiksi pendek merupakan sebuah sumber tertinggi untuk mengamati
tidak hanya bahasa tapi kehidupan itu sendiri. Dalam fiksi pendek,
karakter-karakter bertindak diluar tindakan yang simbolis dan nyata yang mana orang-orang
lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dunia fiksi pendek mencerminkan dan
menerangi kehidupan manusia (Sage 1987:43). Penyertaan fiksi pendek dalam
kurikulum ESL/EFL menawarkan kelebihan edukasi sebagai berikut (Ariogul
2001:11-18):
·
Membuat
tugas bacaan siswa menjadi lebih mudah karena menjadi sederhana dan pendek
ketika dibandingkan dengan genre sastra yang lain,
·
Memperluas
level lanjutan pandangan dunia pembaca tentang budaya yang berbeda dan kelompok
masyarakat yang berbeda,
·
Menyediakan
teks yang lebih kreatif, enkripsi, dan menantang yang mensyaratkan eksplorasi
pribadi yang didukung dengan pengetahuan yang telah ada untuk pembaca level
lanjutan,
·
Memotivasi
siswa untuk membaca sebab menjadi sebuah materi yang otentik,
·
Menawarkan
sebuah dunia keajaiban dan dunia misteri,
·
Memberikan
siswa kesempatan untuk menggunakan kreatifitas mereka,
·
Mempromosikan
kemampuan berpikir kritis,
·
Memfasilitasi
pengajaran budaya asing (contoh; berfungsi sebagai sebuah instrumen yang
berharga dalam mendapatkan pengetahuan budaya dari komunitas yang telah dipilih),
·
Membuat
siswa merasa nyaman dan bebas,
·
Membantu
siswa yang berasal dari berbagai latar belakang untuk berkomunikasi dengan satu
sama lain karena bahasanya yang universal,
·
Membantu
siswa untuk bergerak keluar dari makna yang terlihat dan menyelam kedalam makna
yang lebih dasar/pokok,
·
Bertindak
sebagai sebuah kendaraan yang sempurna untuk membantu siswa mengerti posisi
mereka sendiri dengan mentransfer pengetahuan yang telah didapatkan ini untuk
dunia mereka sendiri.
Singkatnya, penggunaan cerita pendek nampaknya menjadi sebuah
teknik yang sangat membantu di kelas bahasa asing sekarang ini. Sebagaimana hal
itu, cerita pendek membuat tugas membaca siswa dan jangkauan guru menjadi lebih
mudah. Sebuah ciri-ciri penting dari cerita fiksi pendek adalah nilai
universalnya. Untuk meletakannya secara berbeda, siswa di seluruh dunia telah
mengalami cerita-cerita dan dapat menghubungkan cerita-cerita itu kepada
mereka. Selain itu, fiksi pendek, seperti semua macam/tipe sastra, memberikan
kontribusi kepada perkembangan kemampuan analitis kognitif dengan membawa
keseluruhan nilai itu kepada sebuah hal yang padat dari sebuah situasi di setiap
tempat dan momen (Sage 1987:43).
4.3.
Kelebihan menggunakan drama pada pengajaran bahasa
Menggunakan drama dalam sebuah kelas bahasa adalah sebuah sumber
yang baik untuk pengajaran bahasa. Melalui penggunaan drama dapat dikatakan bahwa
siswa menjadi familiar dengan struktur gramatikal dalam konteks dan juga
belajar tentang bagaimana menggunakan bahasa untuk berekspresi, mengkontrol,
dan menginformasikan sesuatu hal. Penggunaan drama meningkatkan kesadaran siswa
terhadap bahasa dan budaya target. Dalam konteks ini, penggunaan drama sebagai
sebuah alat belajar menjadi penting dalam mengajarkan sebuah bahasa asing.
Namun, ada satu bahaya yang jelas: pembebanan kultural hendaknya dengan keras
dihindari sebab itu akan membuat hilangnya ego bahasa dan identitas bahasa
asli/asal dalam banyak kasus. Untuk meletakannya secara berbeda, pembelajaran
bahasa hendaknya menjadi bebas-budaya tapi secara keseluruhan tidak
kecenderungan-budaya. Unuk alasan ini, bahasa baru dan konteks drama seharusnya
bersatu kedalam sebuah proses pembelajaran bahasa dengan minat, keterkaitan/relevansi,
dan kenikmatan yang tinggi. Siswa hendaknya mempergunakan drama untuk mempromosikan
pemahaman mereka terhadap pengalaman hidup, bercermin pada keadaan tertentu dan
mengerti dunia ekstralinguistik mereka dalam cara yang lebih dalam (Saricoban
2004:15). Kelebihan edukasi dari drama berdasarkan (Lenore 1993), adalah
sebagai berikut:
·
Menstimulasi
imajinasi dan mempromosikan berpikir kreatif,
·
Mengembangkan
kemampuan berpikir kritis,
·
Mempromosikan
perkembangan bahasa,
·
Mempertinggi
kemampuan menyimak efektif,
·
Memperkuat
pemahaman dan ingatan belajar dengan melibatkan makna-makna/indera sebagai bagian
yang utuh dari proses belajar,
·
Meningkatkan
empati dan kesadaran dengan sesama,
·
Mengembangkan
rasa menghormati sesama dan kerja sama kelompok,
·
Menguatkan
konsep diri yang positif,
·
Membekali
guru dengan sudut pandang yang segar pada pengajaran.
Beberapa kelebihan edukasi lain dari penggunaan drama dalam kelas
bahasa asing dapat didaftarkan sebagai berikut (Mengu 2002: 1-4):
Ø Membawa otentisitas/keaslian kedalam kelas,
Ø Mengekspos siswa kepada budaya target sebagaimana permasalahan
sosial sebuah masyarakat yang mungkin sedang terjadi,
Ø Meningkatkan kreatifitas, keaslian, sensitifitas, kefasihan,
flexibilitas/keluwesan, stabilitas emosi, kerja sama, dan ujian sikap moral,
sementara juga mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan apresiasi sastra,
Ø Membantu siswa meningkatkan level kompetensi mereka dengan melihat
kemampuan produktif dan reseptif mereka,
Ø Membekali dasar/pondasi yang kuat bagi siswa untuk menjembatani
celah yang ada antara kemampuan produktif dengan kemampuan reseptif mereka,
Ø Menawarkan siswa ruang dan waktu untuk mengembangkan ide-ide baru
dan wawasan dalam jangkauan/ruang lingkup konteks lingkungan,
Ø Memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman baru dan
bentuk-bentuk pengetahuan yang tidak dapat dicapai dalam cara belajar
tradisional lain.
Dengan kata lain, penggunaan drama nampaknya menjadi sebuah teknik
yang efektif dalam pengajaran bahasa asing yang berbasis komunikasi dan
terpusat pada siswa sekarang ini. Karena drama adalah materi yang otentik, maka
drama dapat membantu siswa mengungkapkan pemahaman aspek verbal/nonverbal
mereka dari bahasa target yang mereka coba kuasai. Khususnya, guru, yang diharapkan
untuk membuat pembelajaran bahasa menjadi lebih berwarna, bermotivasi, dan
menarik yang dapat mempergunakan drama dalam kelas bahasa mereka. Karena drama
adalah pemberlakuan kembali kejadian-kejadian sosial, siswa meningkatkan
kepribadian mereka dan kode etik bertingkah laku. Jadi, mereka dapat meraih
pengajaran yang lebih makna dan lebih realistis yang mana menguntungkan mereka pada tingkat tertentu.
4.4.
Kelebihan menggunakan Novel pada pengajaran bahasa
Penggunaan novel adalah teknik yang bermanfaat untuk menguasai
tidak hanya sistem linguistik tapi juga kehidupan dalam hubungannya pada bahasa
target. Novel tidak hanya membawakan cerita tetapi juga menerangi kehidupan
manusia. Menggunakan novel dalam sebuah kelas bahasa asing menawarkan
kelebihan-kelebihan edukasi dibawah ini:
·
Mengembangkan
level lanjutan pengetahuan pembaca tentang budaya-budaya yang berbeda dan
kelompok masyarakat yang berbeda pula,
·
Meningkatkan
motivasi siswa untuk membaca sesuatu yang otentik,
·
Menawarkan
kehidupan nyata seperti setting/latar,
·
Memberikan
siswa kesempatan untuk mempergunakan kreatifitas mereka,
·
Meningkatkan
kemampuan berpikir kritis,
·
Membuka
jalan untuk mengajarkan budaya dan bahasa target,
·
Memungkinkan
siswa untuk bergerak keluar dari apa yang tertulis dan bergerak masuk kedalam
apa yang dimaksud (tersirat).
Helton, C.A, J.Asamani dan E.D. Thomas (1998: 1-5) menerangkan
kelebihan-kelebihan edukasi novel sebagai berikut:
Ø Menstimulasi imajinasi siswa,
Ø Membantu siswa mengidentifikasi emosi karakter sehingga mereka
dapat belajar bagaimana yang lain berhadapan dengan situasi dan masalah yang
mirip kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri,
Ø Membantu mereka menguasai kemampuan-kemampuan yang akan
memungkinkan mereka untuk mendapatkan informasi, memproses pengetahuan,
mengidentifikasi permasalahan, merumuskan alternatif/pilihan, dan tiba pada
keputusan dan solusi yang efektif, bermakna, dan reflektif.
Ø Mengembangkan kemampuan berbahasa lisan maupun tulis,
Ø Berfungsi sebagai sebuah batu loncatan untuk sejumlah besar pembelajaran
dan aktifitas berpikir kritis yang terintegrasi yang dimulai dengan pemahaman
dasar dan menulis dasar,
Ø Menghadirkan cara yang unik dari pengajaran membaca dengan mendorong
siswa untuk terlibat dan tertarik dengan proses membaca,
Ø Memotivasi siswa untuk menjadi pembaca sepanjang hayat.
Ketika menseleksi sebuah novel untuk digunakan di kelas bahasa
asing, guru bahasa hendaknya memperhatikan pada apakah novel tersebut mempunyai
sebuah cerita yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa yang kemudian akan
menjadi daya tarik ke seluruh kelas. Tema dan latar/setting memikat imajinasi
siswa dan mengeksplorasi kondisi manusia hendaknya dimasukan kedalam sifat
novel yang terpilih. Novel hendaknya mempunyai karakter-karakter yang kuat,
alur langkah cepat dan menarik, dideskripsikan dengan baik, dan mudah diingat.
Konten novel hendaknya sesuai kepada level kognitif dan emosi siswa. Tema dan
konsep yang spesifik yang dikembangkan dalam kelas harus digabungkan juga kedalam
novel.
Ketika menilai pemahaman, guru mungkin menggunakan tes novel yang
mensyaratkan siswa untuk mengembangkan bagian kemampuan bahasa tulis seperti
ejaan, tulisan tangan, tata bahasa, dan tanda baca. Tipe tes esai tertulis seperti
itu membantu siswa secara bertahap untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam
menulis dan menyusun materi kedalam paragraf-paragraf dengan struktur kalimat
yang dapat diterima. Tes dibuat tidak hanya dari pertanyaan-pertanyaan yang berdasar
pada fakta yang berfungsi sebagai sebuah dasar penilaian pemahaman tapi juga
pertanyaan-pertanyaan yang bersifat berakhir-terbuka (open-ended) yang
mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pertanyaan yang berakhir-terbuka
memungkinkan siswa untuk memprediksi hasil, membuat perbandingan dan
pertentangan, dan menggambarkan kesimpulan. Diskusi kelas dari tiap-tiap
kejadian dalam novel terdiri dari pikiran pokok dan detil pendukung, termasuk
siapa, apa, kapan, dimana, dan bagaimana. Detil/rincian dari berbagai isu-isu
sosial seperti gangguan/pelecehan seksual dan aborsi, yang mana sering menjadi sebuah
bagian yang utuh dari alur, dapat membangkitkan debat yang menarik. Diskusi
dapat juga memfasilitasi pengembangan kosa kata (Helton, C.A, J.Asamani dan
E.D.Thomas 1998: 1-5).
Secara singkat, penggunaan novel merupakan teknik yang sangat
bermanfaat di kelas bahasa sekarang ini. Jika diseleksi secara cermat,
menggunakan sebuah novel membuat pelajaran membaca siswa menjadi memotivasi,
menarik dan menghibur. Walaupun banyak siswa menemukan bahwa membaca sebuah
novel tertulis dalam sebuah bahasa target itu sulit, membosankan, tidak
memotivasi, namun novel adalah sebuah cara yang efektif untuk membangun kosa
kata dan mengembangkan kemampuan pemahaman membaca. Hanya lewat membacalah
siswa bisa memperluas cakrawala, menjadi familiar dengan budaya-budaya lain,
dan seterusnya mengembangkan kompetensi komunikatif interkultural mereka,
mempelajari bagaimana melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Hasilnya
akan berbuah menjadi kemampuan menulis dan berpikir yang kritis.
5.
Kesimpulan
Sastra berperan penting dalam program bahasa Inggris dari banyak
negara non-berbahasa Inggris. Namun, ada beberapa permasalahan yang dijumpai
oleh para guru bahasa dalam area pengajaran bahasa Inggris melalui sastra. Pertama,
ada sedikit bahan/materi secara pedagogis terdesain sesuai yang bisa digunakan
oleh para guru bahasa di sebuah kelas bahasa. Kedua, kurangnya persiapan di
area pengajaran sastra di program TESL/TEFL. Ketiga, ketidakhadiran objektif
yang jelas yang menentukan peran sastra di ESL/EFL. Banyak instruktur yang
mencoba untuk memasukan sastra didalam kelas mereka, tapi mereka kurang latar
belakang dan pelatihan di bidang tersebut.
Guru mempunyai sebuah peran penting dalam pengajaran bahasa Inggris
melalui sastra. Pertama, dia harus menetukan tujuan pengajaran bahasa dalam
hubungannya dengan kebutuhan dan harapan/ekspektasi siswa. Memberikan sebuah
quesioner atau interview/wawancara dengan siswa secara lisan, guru dapat
mengatur tujuan dan objektif pengajaran bahasa. Kedua, dia hendaknya memilih
metode pengajaran bahasa, teknik mengajar, dan aktifitas kelas yang sesuai.
Kemudian, guru harus memilih teks sastra yang relevan kepada tujuan dan
objektif pengajarannya. Sementara memilih teks sastra yang akan digunakan dalam
kelas, kemahiran berbahasa, minat, usia, jenis kelamin dan sebagainya harus
dipertimbangkan agar tidak menjemukan siswa dengan materi/bahan yang tidak
sesuai. Pada level/tingkat sekolah dasar, contohnya, siswa hendaknya diberikan
cerita tertulis yang disederhanakan secara khusus. Pada level lanjutan, biarpun
begitu, siswa diberikan karya sastra dalam bentuk aslinya sehingga mereka bisa
mengembangkan kompetensi kesastraan mereka dalam bahasa target. Untuk meletakan
itu dalam cara yang lain, siswa belajar secara praktis penggunaan bahasa target
yang figuratif (kiasan) dan bahasa sehari-hari dalam teks sastra dan menjumpai
genre sastra yang berbeda (contoh; puisi, cerita pendek, drama/lakon, dll.)
pada level/tingkat lanjutan. Mengamati bagaimana karakter-karakter dalam sebuah
drama atau sebuah cerita pendek menggunakan perumpamaan/kiasan, seperti
kiasan/ibarat, metafora, metonomi, dan sebagainya sehingga akan memunculkan
maksud komunikatif mereka, lalu siswa belajar bagaimana menulis bahasa Inggris dengan
jelas, kreatif, dan efektif.
Sebagaimana Obediat (1997:32) menyatakan bahwa sastra membantu
siswa untuk mendapatkan kompetensi seperti seorang penutur asli dalam bahasa
Inggris, mengekspresikan ide-ide mereka dalam bahasa Inggris yang baik, belajar
fitur-fitur bahasa Inggris modern, belajar bagaimana sistem linguistik bahasa
Inggris digunakan untuk komunikasi, melihat bagaimana ekspresi idiomatis
digunakan, berbicara dengan jelas, dengan tepat, dan secara ringkas dan menjadi
lebih cakap dalam bahasa Inggris, sebagaimana menjadi siswa yang kreatif,
kritis, dan analitis. Custodio dan Sutton (1998:20) menjelaskan bahwa sastra
dapat membuka cakrawala kemungkinan (possibilities), memungkinkan siswa
untuk bertanya, bertafsir, menghubungkan, dan bereksplorasi. Singkatnya, sastra
menyediakan siswa dengan sebuah sumber materi yang otentik dan kaya serta tidak
ada bandingannya. Jika siswa dapat memperoleh akses kedalam materi ini dengan
mengembangkan kompetensi sastra, kemudian pada akhirnya mereka dapat menghayati
bahasa pada level tinggi secara efektif (Elliot 1990:198). Khususnya, untuk
para siswa dengan kecerdasan verbal/linguistik, penggunaan sastra oleh guru
bahasa dalam sebuah kelas bahasa asing berfungsi untuk menciptakan pelajaran
yang sangat memotivasi, menghibur dan hidup. Sastra tidak hanya merupakan
sebuah alat untuk mengembangkan kemampuan tulis dan lisan siswa dalam bahasa
target tetapi juga merupakan sebuah jendela pembuka kedalam budaya bahasa
target, juga membangun sebuah kompetensi kultural pada diri siswa sendiri.