Senin, 31 Agustus 2015

MENGAJARKAN BAHASA INGGRIS MELALUI SASTRA

MENGAJARKAN BAHASA INGGRIS MELALUI SASTRA
Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh: Denny Nugraha
Jurusan Tadris Bahasa Inggris Semester V
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon
Ditulis dalam Bahasa Inggris (original) oleh: Murat Hismanoglu
Ufuk University, English Preparatory School

Abstrak
Jurnal ini menekankan pada penggunaan sastra sebagai teknik populer untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar berbahasa (membaca, berbicara, menyimak, dan menulis) dan area bahasa (kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan) sekarang ini. Alasan untuk menggunakan teks sastra dalam kelas bahasa asing dan kriteria utama untuk memilih teks sastra yang cocok dalam kelas tersebut ditekankan sehingga akan membuat pembaca menjadi familiar dengan alasan-alasan dan kriteria yang disediakan bagi penggunaan dan pemilihan teks sastra oleh guru bahasa. Selain itu, sastra dan pengajaran kemampuan bahasa, kelebihan genre sastra yang berbeda (contoh; puisi, cerita pendek, drama dan novel) pada pengajaran bahasa dan beberapa permasalahan yang dijumpai oleh guru bahasa pada area pengajaran bahasa Inggris melalui sastra (contoh; kurangnya persiapan di area pengajaran sastra dalam program TESL (Teaching English as Second Language)/TEFL (Teaching English as Foreign Language), tidak adanya tujuan yang jelas dalam menentukan peran sastra dalam ESL/EFL, guru bahasa yang tidak mempunyai latar belakang dan pelatihan dalam sastra, kurangnya materi yang sesuai terdesain secara pedagogis yang dapat digunakan oleh guru-guru bahasa dalam konteks sebuah kelas) diperhatikan.
Kata Kunci: Sastra, Pengajaran Sastra, Pengajaran Kemampuan Berbahasa, Pengajaran Bahasa Asing, Kompetensi Kesastraan
1.    Pendahuluan
Di tahun-tahun terakhir ini, peran sastra sebagai sebuah komponen dasar dan sumber teks asli dari kurikulum bahasa daripada sebuah tujuan terakhir pengajaran bahasa telah mendapat momentumnya. Diantara guru bahasa, ada perdebatan panas tentang bagaimana, kapan, dimana, dan mengapa sastra harus diintegrasikan kedalam kurikulum ESL/EFL. Diskusi yang kokoh bagaimana sastra dan pengajaran ESL/EFL dapat bekerja sama dan berinteraksi untuk memudahkan siswa dan guru telah mengarah pada perkembangan ide-ide, pembelajaran, dan pengajaran yang menarik dan berkembang untuk semua. Banyak guru yang menganggap penggunaan sastra dalam pengajaran bahasa sebagai perhatian yang menarik dan layak diperbincangkan (Sage 1987:1). Dalam jurnal ini, mengapa seorang guru bahasa harus menggunakan teks sastra dalam kelas bahasa, jenis sastra apa yang guru bahasa harus gunakan bersama siswa, sastra dan pengajaran kemampuan berbahasa, dan kelebihan jenis-jenis karya sastra yang berbeda pada pengajaran bahasa akan diperhatikan. Demikian, tempat sastra sebagai alat daripada sebuah akhir dalam pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau asing akan digali lebih dalam.
2.    Pengajaran Sastra: Mengapa dan Apa
Penggunaan sastra sebagai satu teknik untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan dasar berbahasa (membaca, menulis, menyimak, dan berbicara) dan area bahasa (kosa kata, tata bahasa, dan pengucapan) sangat populer dalam bidang pembelajaran dan pengajaran bahasa asing sekarang ini. Selain itu, pada pelajaran penerjemahan, banyak guru bahasa menyuruh siswa-siswanya menerjemahkan teks sastra bahasa Inggris seperti drama, puisi, dan cerita pendek kedalam bahasa ibu (Turki). Karena penerjemahan memberikan siswa peluang untuk berlatih pengetahuan leksikal, sintaksis, semantik, pragmatis, dan stylistic yang telah mereka peroleh pada pelajaran lain, penerjemahan sebagai sebuah wilayah aplikasi meliputi empat kemampuan dasar dan sebagai kemampuan kelima ditekankan dalam pengajaran bahasa. Di segmen bawah, mengapa guru bahasa menggunakan teks sastra di kelas bahasa asing dan kriteria utama untuk menseleksi teks sastra yang sesuai di kelas-kelas bahasa asing ditekankan juga sehingga akan membuat pembaca familiar dengan alasan-alasan yang disediakan dan kriteria untuk pemanfaatan dan pemilihan teks sastra oleh guru bahasa.
2.1.  Alasan-alasan menggunakan teks sastra dalam kelas bahasa asing
            Menurut Collie dan Slater (1990:3), ada empat alasan utama yang menuntun seorang guru bahasa untuk menggunakan sastra di kelas. Alasan-alasan itu adalah materi yang bersifat asli dan berharga, pengayaan kultural dan keterlibatan personal. Selain itu daripada empat alasan-alasan utama ini, universalitas, non-trivialitas, keterkaitan personal, keragaman, ketertarikan, kekuatan ekonomi dan sugestif, dan ambiguitas adalah beberapa faktor lain yang mensyaratkan penggunaan sastra sebagai sebuah sumber yang kuat dalam konteks kelas.

a.    Materi yang asli dan berharga
            Sastra adalah materi yang otentik. kebanyakan karya sastra tidak dibuat untuk tujuan utama pengajaran bahasa. Banyak sampel otentik bahasa dalam konteks kehidupan nyata (contoh; jadwal perjalanan, perencanaan kota, bentuk-bentuk, pamflet, kartun, iklan, koran atau artikel majalah) telah dimasukan kedalam materi pelajaran akhir-akhir ini. Jadi, dalam konteks sebuah kelas, siswa diekspos pada sampel bahasa yang aktual dari kehidupan nyata / konteks seperti kehidupan nyata. Sastra dapat berperan sebagai pelengkap yang berguna untuk materi tersebut, khususnya ketika level “ketahanan hidup” pertama telah terlewati. Dalam membaca teks sastra, karena siswa juga harus berhadapan dengan bahasa yang dikehendaki untuk penutur asli, mereka menjadi familiar dengan banyak bentuk-bentuk linguistik yang berbeda, fungsi-fungsi dan makna-makna yang komunikatif.
b.    Pengayaan kultural
            Bagi banyak pembelajar bahasa, cara yang ideal untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap aspek-aspek komunikasi verbal/non-verbal di negara dimana bahasa itu diujarkan – sebuah kunjungan – adalah hampir tidak ada sama sekali. Bagi pembelajar tersebut, karya-karya sastra, seperti novel, drama, cerita pendek, dsb., memfasilitasi pemahaman bagaimana komunikasi dalam konteks di negara itu. Walaupun dunia novel, drama atau cerita pendek adalah imajiner/fiksi, karya tersebut menghadirkan latar yang penuh warna dimana karakter-karakter dari banyak latar belakang sosial/regional bisa dideskripsikan. Seorang pembaca dapat menemukan cara karakter-karakter dalam karya sastra tersebut melihat dunia luar (contoh; pikiran mereka, perasaan, kebiasaan, tradisi, yang dimilikinya; apa yang mereka beli, mereka percayai, mereka takuti, mereka nikmati; bagaimana mereka berbicara dan bertingkah dalam latar yang berbeda). Dunia buatan yang penuh warna ini dapat dengan cepat membantu pembelajar asing untuk merasakan kode-kode dan obsesi yang membentuk sebuah masyarakat nyata melalui literasi visual semiotik. Sastra mungkin lebih baik dipandang sebagai sebuah pelengkap untuk materi lain yang digunakan untuk mengembangkan pemahaman pembelajar asing tentang negara yang bahasanya dipelajari oleh mereka. Juga, sastra menambahkan banyak kasus tata bahasa kultural pembelajar.
c.    Pengayaan bahasa
            Sastra membekali siswa dengan jangkauan leksikal dan item sintaksis yang luas. Siswa menjadi familiar dengan banyak keunggulan bahasa tulis, membaca konten teks yang berbobot dan terkontekstualisasi. Mereka belajar tentang sintaksis dan fungsi diskursus kalimat, kemungkinan struktur yang beragam, cara-cara yang berbeda dalam menghubungkan pikiran-pikiran, yang mana kemudian akan mengembangkan dan memperkaya kemampuan menulis mereka sendiri. Siswa juga menjadi lebih produktif dan banyak bertualang ketika mereka mulai menghayati kekayaan dan keanekaragaman bahasa yang mereka coba pelajari dan mulai untuk mempergunakan beberapa potensi mereka sendiri. Jadi, mereka meningkatkan kompetensi kultural dan komunikatif mereka dalam kekayaan dan kealamian teks yang otentik.
d.   Keterlibatan personal
            Sastra bisa sangat berguna dalam proses belajar bahasa untuk memperlihatkan keterlibatan personal. Suatu ketika siswa membaca sebuah teks sastra, mereka mulai menempati teks. Mereka seolah-olah digambarkan dalam teks. Memahami makna-makna leksikal atau frase menjadi kurang signifikan daripada mengejar perkembangan cerita. Siswa menjadi antusias untuk menemukan apa yang terjadi sebagaimana kejadian yang dibeberkan lewat klimaks; mereka merasa dekat dengan karakter tertentu dan berbagi respon emosional mereka. Hal ini dapat menimbulkan efek yang bermanfaat pada keseluruhan proses pembelajaran bahasa. Pada titik waktu ini, keutamaan pemilihan teks sastra dalam hubungan dengan kebutuhan, ekspektasi/harapan, dan minat, level bahasa dari siswa adalah sebagai bukti proses belajar. Dalam proses ini, mereka dapat menghapus krisis identitas dan mengembangkannya kedalam pikiran yang terbuka.
            Maley (1989:12) membuat daftar beberapa alasan positif mengenai sastra sebagai sebuah sumber daya potensial dalam kelas bahasa sebagai berikut:
1)   Universalitas
            Karena kita semua umat manusia, maka tema-tema sastra selalu berhubungan dengan segala hal yang umum untuk semua budaya walaupun dengan cara persepsi yang berbeda-beda – kematian, cinta, perpisahan, kepercayaan, sifat ... hal-hal ini tentu familiar. Semua pengalaman ini terjadi pada umat manusia.
2)   Non-trivialitas
            Banyak bentuk-bentuk input/masukan yang lebih familiar dalam pengajaran bahasa yang cenderung untuk meremehkan teks atau pengalaman sedangkan sastra sebaliknya. Sastra adalah tentang hal-hal yang berarti bagi para penulis ketika mereka menuliskannya. Sastra mungkin menawarkan keotentikan sebagaimana masukan yang otentik.
3)   Keterlibatan personal
            Semenjak sastra berhubungan dengan pikiran-pikiran, hal-hal, sensasi, dan kejadian-kejadian yang merupakan bagian dari pengalaman pembaca atau yang mereka dapat masuki secara imajinatif, mereka mampu untuk menghubungkannya kedalam kehidupan mereka sendiri.                   
4)   Keragaman
            Sastra mencakup keragaman subjek masalah. Faktanya, sastra adalah sekumpulan topik-topik untuk digunakan dalam ELT (English Language Teaching). Didalam sastra, kita dapat menemukan bahasa hukum dan pendakian, bahasa obat-obatan, ceramah gereja dan perbincangan keperawatan.
5)   Minat/ketertarikan
            Sastra berhubungan dengan tema-tema dan topik-topik yang secara intrinsik menarik, karena merupakan bagian dari pengalaman manusia, dan memperlakukan mereka dalam cara-cara yang dirancang untuk menarik perhatian pembaca.
6)   Kekuatan sugestif dan ekonomi
            Salah satu kekuatan terbesar sastra adalah kekuatan sugestifnya. Bahkan dalam bentuk yang paling sederhana, sastra mengajak kita untuk pergi keluar dari apa yang dikatakan kepada apa yang disiratkan. Karena sastra mengajukan banyak pikiran dengan beberapa kata, maka sastra adalah hal yang ideal untuk menumbuhkan diskusi bahasa. Hasil yang maksimal bisa jadi sering berasal dari masukan/input yang minim.
7)   Ambiguitas
            Sebagaimana sastra sangat sugestif dan asosiatif, sastra berbicara secara halus makna-makna yang berbeda kepada orang yang berbeda. Jarang sekali bagi dua pembaca untuk bereaksi sama terhadap suatu teks. Didalam pengajaran, sastra mempunyai dua kelebihan. Kelebihan pertama adalah bahwa masing-masing penafsiran siswa mempunyai validitas dalam keterbatasan. Kelebihan yang kedua adalah bahwa sebuah modal yang hampir tak terbatas dari diskusi interaktif dapat terjadi sebab masing-masing persepsi siswa berbeda-beda. Bahwa tidak seorangpun dari dua pembaca akan mempunyai penafsiran konvergen/yang menyatu sama sekali yang membangun ketegangan yang perlu untuk sebuah pertukaran pikiran yang otentik.
            Terpisah dari alasan-alasan yang disebutkan diatas untuk menggunakan sastra dalam kelas bahasa asing, salah satu fungsi utama sastra adalah kekayaan sosiolinguistiknya. Penggunaan bahasa berubah dari satu kelompok sosial ke kelompok yang lain. Demikian juga, sastra berubah dari satu lokasi geografis ke lokasi geografis yang lain. Seseorang berbicara secara berbeda dalam konteks sosial yang berbeda seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi dan teater (contoh; percakapan yang formal, informal, tidak formal, dingin, intim). Bahasa yang digunakan berubah dari satu profesi ke profesi lain (contoh; dokter, insinyur, ekonom, menggunakan istilah/terminologi yang berbeda). Untuk meletakannya secara berbeda, karena sastra membekali siswa dengan jangkauan keragaman bahasa yang luas seperti sosiolek, dialek daerah, jargon, idiolek, dsb., sastra mengembangkan kompetensi sosiolinguistik mereka ke bahasa target. Oleh sebab itu, menggabungkan sastra kedalam sebuah program pengajaran bahasa asing sebagai sumber yang potensial untuk merefleksikan aspek-aspek sosiolinguistik dari bahasa target menjadi penting.
2.2.  Kriteria memilih teks sastra yang sesuai dalam kelas bahasa asing (ESL/EFL)
            Ketika memilih teks sastra yang akan digunakan di kelas, guru bahasa hendaknya mempertimbangkan kebutuhan, motivasi, minat, latar belakang budaya dan level penguasaan bahasa siswa. Namun, satu faktor penting untuk dipertimbangkan adalah apakah karya tertentu mampu menyingkapkan macam-macam keterlibatan personal dengan merangsang minat siswa dan memunculkan reaksi yang kuat dan positif dari mereka. Membaca teks sastra itu lebih memungkinkan untuk memiliki efek yang berharga dan jangka panjang pada pengetahuan linguistik dan ekstra-linguistik siswa ketika teks tersebut bermakna dan menghibur. Memilih buku-buku yang relevan terhadap pengalaman-pengalaman kehidupan nyata, emosi-emosi, atau mimpi-mimpi siswa adalah sangat penting. Kerumitan bahasa harus dipertimbangkan sebaik mungkin. Jika bahasa karya sastra itu sederhana, ini mungkin memfasilitasi kepahaman teks sastra tapi itu bukan kriteria yang paling krusial. Minat, daya tarik, dan keterkaitan juga penting. Kenikmatan; sebuah wawasan yang segar dalam isu-isu perlu dirasakan untuk dihubungkan ke pusat perhatian siswa; kesenangan menemui pemikiran seseorang atau situasi dijadikan contoh dengan jelas dalam sebuah karya seni; kesenangan lain yang sama dari memperhatikan pikiran-pikiran, perasaan, emosi, atau situasi yang sama itu dihadirkan oleh sebuah perspektif baru: semua ini adalah dimaksudkan untuk menolong siswa ketika berhadapan dengan rintangan linguistik yang mungkin terlalu besar dalam materi terbilang minim (Collie and Slatter 1990:6-7).
3.    Sastra dan Pengajaran kemampuan berbahasa
Sastra berperan penting dalam pengajaran empat kemampuan dasar berbahasa seperti membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Namun, ketika mengggunakan sastra di kelas, kemampuan-kemampuan tersebut hendaknya tidak pernah diajarkan terpisah tetapi dalam cara yang terintegrasi. Guru hendaknya mencoba mengajarkan kemampuan dasar berbahasa sebagai bagian yang utuh dari penggunaan bahasa lisan ataupun tulis, sebagai bagian dari maksud untuk menciptakan makna interaksional maupun referensial, tidak hanya sebagai sebuah aspek dari produksi kata-kata, frasa-frasa, dan kalimat-kalimat lisan dan tertulis.
3.1.            Sastra dan Membaca
Guru ESL/EFL hendaknya mengadopsi sebuah dinamika pendekatan terpusat pada siswa terhadap sebuah karya sastra. Dalam pelajaran membaca, diskusi dimulai pada level literal/berdasar teks dengan pertanyaan-pertanyaan langsung dari fakta mengenai latar, karakter, dan alur yang dapat dijawab oleh rujukan spesifik kepada teks. Ketika siswa menguasai pemahaman literal, mereka pindah ke level inferensial, dimana mereka harus membuat spekulasi dan interpretasi mengenai karakter, latar, dan tema, dan dimana mereka menghasilkan sudut pandang penulis. Setelah memahami pemilihan dasar kesastraan pada level literal dan inferensial, siswa siap untuk melakukan kerja kolaboratif. Hal itu adalah untuk menyatakan bahwa mereka dapat saling berbagi evaluasi/penilaian mereka dan reaksi personal terhadap karya tersebut – terhadap karakter-karakter, tema, dan sudut pandang penulis. Hal ini juga merupakan saat yang tepat bagi mereka untuk berbagi reaksi mereka terhadap isu-isu natural dan kultural dan tema karya tersebut. Level ketiga yaitu level personal/evaluatif yang mana merangsang siswa untuk berpikir imajinatif tentang karya dan membangkitkan kemampuan penyelesaian masalah mereka. Diskusi berasal dari pertanyaan-pertanyaan (karakter,tema,latar) dapat menjadi pondasi untuk aktifitas lisan (speaking) maupun tertulis (writing) (Stern 1991:332).
3.2.            Sastra dan Menulis
Sastra bisa menjadi sumber yang kuat dan memotivasi bagi aktifitas menulis dalam konteks ESL/EFL, keduanya (sastra dan menulis) sebagai model dan sebagai subjek permasalahan. Sastra sebagai model/contoh terjadi ketika tulisan siswa menjadi nampak sama dengan karya original atau dengan jelas meniru konten, tema, penyusunan, dan/atau gayanya. Namun, ketika tulisan siswa memperlihatkan pemikiran asli seperti interpretasi atau analisis, atau ketika pemikiran itu muncul dari mereka sendiri, atau pemikiran itu secara kreatif dirangsang oleh, membaca, sastra berfungsi sebagai subjek masalah. Sastra menempatkan keragaman tema yang sangat besar untuk berbagai macam aktifitas menulis seperti menulis terbimbing, bebas, terkontrol dan lain-lain.
3.2.1.      Sastra sebagai sebuah model untuk menulis
Ada tiga macam menulis yang dapat didasarkan pada sastra sebagai sebuah model:
Menulis terkontrol: latihan-latihan berbasis model terkontrol yang mana banyak digunakan dalam menulis level permulaan secara khusus mensyaratkan wacana saduran dalam cara sembarang untuk berlatih struktur gramatikal yang spesifik. Contohnya siswa bisa menjadi reporter yang sedang melakukan sebuah acara berita langsung, atau mereka dapat menulis ulang sebuah wacana sudut pandang orang ketiga menjadi sudut pandang orang pertama dari sebuah karakter.
Menulis terbimbing: aktifitas ini bersesuaian dengan level intermediet ESL/EFL. Siswa merespon kepada sebuah urutan pertanyaan atau kalimat lengkap yang mana ketika diletakan bersama-sama, mereka dapat menceritakannya kembali atau meringkas model yang diberikan. Dalam beberapa kasus, siswa menyelesaikan latihan setelah mereka menerima beberapa kalimat pertama atau kalimat topik dari sebuah ringkasan, parafrase, atau deskripsi. Latihan-latihan menulis terbimbing, khususnya pada level literal, memungkinkan siswa untuk memahami suatu karya. Pendekatan model dan pendekatan skenario akan sangat berguna dalam hal ini.
Mereproduksi model: aktifitas ini terdiri dari teknik-teknik seperti memparafrase, meringkas, dan mengadaptasi. Teknik-teknik ini sangat berguna bagi latihan-latihan menulis dalam konteks ESL/EFL. Dalam mem-parafrase, siswa disyaratkan untuk menggunakan kata-kata mereka sendiri untuk menuliskan kembali hal-hal yang mereka lihat/baca dalam bentuk tertulis atau lisan. Karena parafrase bertepatan dengan percobaan siswa untuk memahami puisi, parafrase secara menonjol merupakan sebuah alat yang berguna untuk memahami puisi. Karya ringkasan berjalan baik dengan drama dan cerita pendek yang realistik, dimana kejadian-kejadian secara normal mengikuti sebuah urutan kronologis dan mempunyai elemen-elemen konkrit seperti alur, latar/setting, dan karakter untuk memandu siswa dalam menulis. Teknik adaptasi mensyaratkan penyaduran prosa fiksi kedalam dialog (percakapan) atau, secara berlawanan, menyadur sebuah drama atau scene kedalam narasi. Aktifitas ini memungkinkan siswa untuk sadar akan keragaman/variasi antara ragam bahasa Inggris lisan dan tulis.
3.2.2.      Sastra sebagai subjek masalah untuk menulis
Menemukan bahan/materi yang sesuai bagi kelas menulis terkadang sulit untuk guru mengarang/menulis karena menulis tidak memiliki subjek masalah sendiri. Satu kelebihan yang dimiliki sastra sebagai konten bacaan sebuah pelajaran mengarang adalah bahwa bacaan-bacaan menjadi subjek masalah untuk mengarang. Dalam sebuah pelajaran mengarang yang konten bacaannya adalah sastra, siswa membuat kesimpulan-kesimpulan, merumuskan pikiran-pikiran mereka sendiri, dan melihat secara dekat pada sebuah teks untuk bukti untuk mendukung generalisasi. Jadi, mereka belajar bagaimana untuk berpikir secara kreatif, bebas, dan kritis. Pelatihan seperti ini membantu mereka dalam pelajaran lain yang mensyaratkan penalaran logis, berpikir independen, dan analisis yang cermat terhadap teks (Spack 1985:719).
Secara utama ada dua macam menulis berdasarkan sastra sebagai subjek masalah: menulis “pada atau tentang” sastra, dan menulis “keluar dari” sastra. Kategori-kategori ini cocok dan berguna bagi siswa ESL/EFL.
3.2.2.1.Menulis “pada atau tentang” Sastra
Menulis “pada atau tentang” mencakup tugas-tugas tradisional – seperti respon tertulis terhadap pertanyaan-pertanyaan, menulis paragraf, esai dalam kelas, dan tugas mengarang dibawa ke rumah (take home) – dimana siswa menganalisis karya atau dimana mereka berspekulasi pada alat-alat sastra dan gaya. Menulis “pada atau tentang” dapat terjadi sebelum siswa mulai membaca sebuah karya. Guru pada umumnya mendiskusikan tema atau sebuah isu yang muncul dari karya tersebut, dan lalu siswa menulis tentang tema/isu itu dengan rujukan kepada pengalaman hidup mereka sendiri. Hal ini membantu untuk menarik perhatian mereka kedalam karya dan membuat mereka siap untuk membaca dan menulis tentang itu. Kebanyakan tugas-tugas menulis dilakukan baik selama dan setelah membaca, namun, juga bisa berasal dari diskusi kelas. Mereka mengambil banyak bentuk diskusi, seperti pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab, pernyataan/keterangan untuk diperdebatkan, atau topik-topik untuk diperluas. Untuk itulah kelompok-kelompok diskusi dibangun.
3.2.2.2.Menulis “keluar dari” Sastra
Menulis “keluar dari” sastra berarti mempergunakan sebuah karya sastra sebagai batu loncatan untuk karangan – tugas-tugas kreatif yang dikembangkan seputar alur, karakter, latar/setting, tema, dan bahasa kiasan. Ada banyak bentuk menulis keluar dari sastra, seperti Menambahkan sesuatu ke karya, merubah karya, Menulis terinspirasi Drama, dan Sebuah surat ditujukan kepada karakter lain, dll.
Menambahkan sesuatu kedalam karya: hal ini terdiri dari menulis episode atau sekuel (lanjutan) yang imajiner, atau, dalam kasus drama, “mengisi kedalam” adegan/scene untuk aksi off-stage yang hanya dirujuk kepada dialog.
Merubah karya: siswa dapat membuat akhiran cerita mereka sendiri dengan membandingkan akhiran/ending cerita milik penulis dengan milik mereka. Cerita-cerita pendek dapat disadur secara keseluruhan atau sebagian dari sudut pandang sebuah karakter melawan sudut pandang seorang narator orang ketiga atau dari karakter yang berbeda.
Menulis terinspirasi Drama: hal ini mungkin untuk melakukan aktifitas menulis yang terinspirasi dari drama, cerita-cerita pendek, novel-novel, dan juga terkadang puisi. Siswa menyelam kedalam kesadaran karakter dan kemudian menulis tentang sifat-sifat dan perasaan karakter itu.
Sebuah surat yang ditujukan kepada karakter lain: siswa dapat menulis sebuah surat kepada salah satu karakter, dimana dia memberikan karakter tersebut saran pribadi tentang bagaimana untuk mengatasi sebuah masalah atau situasi tertentu (Stern 1991:336).
3.3.            Sastra, Menyimak, dan Berbicara
Kajian sastra dalam sebuah kelas bahasa, walaupun digabungkan dengan membaca dan menulis, dapat memainkan sebuah peran yang sama-sama bermakna dalam pengajaran baik berbicara maupun menyimak. Membaca nyaring, dramatisasi, improvisasi, bermain peran, pantomim, diskusi, dan aktifitas kelompok mungkin berpusat pada sebuah karya sastra.
Membaca Nyaring
Guru bahasa dapat membuat pemahaman menyimak dan pengucapan (pronunciation) menjadi menarik, memotivasi dan terkontekstualisasi pada level teratas, memainkan sebuah rekaman atau video dari sebuah karya sastra, atau membaca sastra nyaring mereka sendiri. Menginstruksikan siswa membaca sastra secara nyaring berkontribusi untuk mengembangkan speaking sebaik kemampuan listening/menyimak. Selain itu, hal ini mengarah pada peningkatan kualitas pengucapan. Pengucapan/pronunciation mungkin menjadi fokus sebelum, selama, dan/atau setelah membaca.

Drama
            Tidak perlu untuk dikatakan, aktifitas dramatis berbasis sastra itu bermanfaat bagi siswa ESL/EFL. Aktifitas-aktifitas tersebut memfasilitasi dan mempercepat perkembangan kemampuan lisan karena memotivasi siswa untuk meraih pemahaman yang lebih jelas dari sebuah alur suatu karya dan juga pemahaman yang lebih dalam akan kesadaran karakter-karakternya. Walaupun drama dalam kelas dapat mengasumsikan banyak bentuk, ada tiga tipe utama, yaitu adalah dramatisasi/penulisan drama, bermain peran, dan improvisasi.
Dramatisasi/penulisan drama
Dramatisasi mensyaratkan pertunjukan kelas dari materi tertulis naskah. Siswa dapat membuat naskah milik mereka sendiri untuk cerita pendek atau bagian/segmen novel, mengadaptasi karya mereka sedekat mungkin kepada teks asli. Didasarkan pada cerita, mereka harus menerka apa yang akan karakter katakan dan bagaimana mereka akan mengatakannya. Naskah ditulis oleh siswa yang juga mungkin terlibat dalam drama. Puisi terdiri dari satu atau lebih persona mungkin juga ditulis oleh siswa. Siswa hendaknya dengan perhatian membaca segmen/bagian yang ditentukan dari dialog sebelumnya dan mampu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang karakter dan alur. Mereka hendaknya menandai kosa kata, idiom, atau dialog yang mereka tidak mengerti dan kata-kata yang tidak bisa mereka ucapkan/ujarkan. Siswa kemudian berlatih adegan dengan partner mereka. Walaupun mereka tidak mengingatnya, mereka mempelajarinya dengan cukup baik untuk membuat kontak mata dan mengatakan dialog/monolog mereka dengan makna dan perasaan. Selain itu, mereka berdiskusi mengenai aspek-aspek semiotik dalam mementaskan adegan (contoh; ekspresi wajah, gestur, dan aspek-aspek fisik). Akhirnya dramatisasi dihadirkan sebelum kelas dimulai.
Improvisasi dan bermain peran
Baik improvisasi dan bermain peran mungkin dikembangkan seputar karakter, alur, dan tema karya sastra. Improvisasi adalah sebuah aktifitas yang lebih sistematis, yaitu sebuah dramatisasi tanpa sebuah naskah. Ada sebuah alur yang dapat diidentifikasi dengan sebuah awalan, pertengahan, dan akhiran di improvisasi. Namun, dalam bermain peran, siswa membayangkan karakter dari karya yang sedang mereka baca dan bergabung dalam sebuah aktifitas berbicara yang lain daripada sebuah dramatisasi, seperti sebuah interview atau diskusi panel.


Aktifitas Kelompok
Dalam aktifitas ini, masing-masing siswa bertanggung jawab mengungkapkan fakta-fakta dan ide-ide untuk dikontribusikan dan didiskusikan yang merangsang partisipasi secara total. Semua siswa dilibatkan dan partisipasi bersifat multi direksional. Ketika mengajarkan bahasa Inggris melalui sastra, beberapa aktifitas kelompok yang digunakan dalam kelas bahasa adalah diskusi kelas umum, kerja kelompok kecil, diskusi panel, dan debat. Semua aktifitas kelompok ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berbicara siswa dan memberikan kesempatan untuk berlatih pengucapan. Guru menandai kesalahan pengucapan siswa selama kegiatan tersebut kemudian membenarkan kesalahan-kesalahan tersebut agar tidak terulang kembali (Stern 1991:337).
4.    Kelebihan jenis-jenis sastra yang berbeda pada bahasa
4.1.  Kelebihan menggunakan puisi pada pengajaran bahasa
Puisi dapat membuka jalan untuk pembelajaran dan pengajaran kemampuan dasar berbahasa. Hal itu adalah perumpamaan yang merupakan koneksi/hubungan yang paling penting antara pembelajaran dan puisi. Karena kebanyakan puisi secara sadar atau tidak mempergunakan kiasan sebagai salah satu metode utamanya, puisi menawarkan sebuah proses pembelajaran yang signifikan. Ada setidaknya dua kelebihan pembelajaran yang dapat diambil dari mengkaji/mempelajari puisi:
Ø  Apresiasi proses karangan penulis, yang mana siswa dapatkan dengan mempelajari puisi beserta komponen-komponennya.
Ø  Mengembangkan sensitifitas untuk kata-kata dan penemuan-penemuan yang mungkin nanti tumbuh kedalam minat yang lebih dalam dan kemampuan analitis yang lebih hebat.
Sarac (2003: 17-20) juga menjelaskan kelebihan edukasi dari puisi sebagai berikut:
·         Menyediakan pembaca dengan sudut pandang yang berbeda terhadap penggunaan bahasa dengan bergerak keluar pemakaian kata-kata dan aturan-aturan tata bahasa, sintaksis, juga kosa kata yang telah diketahui,
·         Menggerakkan pembaca yang tak bersemangat dengan membuka eksplorasi dan penafsiran-penafsiran yang berbeda,
·         Membangkitkan perasaan-perasaan dan gagasan-gagasan dalam hati dan pikiran,
·         Membuat siswa familiar dengan perumpamaan/kiasan (contoh; kias, metafora, ironi, personifikasi, imajeri, dll.) karena menjadi bagian penggunaan bahasa sehari-hari mereka.
Sebagaimana Cubukcu (2001:1) menyebutkan, puisi adalah sebuah pengalaman yang dapat dinikmati dan berharga dengan ciri-ciri memiliki rima dan ritme yang mana dapat menyampaikan “cinta dan apresiasi untuk bunyi dan kekuatan bahasa”. Pada titik waktu ini, dapat dinyatakan bahwa siswa menjadi familiar dengan aspek-aspek suprasegmental dari bahasa target, seperti tekanan/stress, puncak/pitch, titik temu, intonasi dengan mempelajari puisi.
Melalui puisi, siswa dapat belajar juga elemen-elemen semiotik dalam bahasa target. Elemen-elemen itu merupakan pelatihan kultural. Sebagaimana Hiller (1983:10) menyatakan, puisi hendaknya dilihat sebagai unsur hypersign, “semiotic signifier”, bersama-sama masuk kedalam hubungan yang lazim siswa dan mengarah kepada “level simbolik” dan level ini merupakan kecenderungan seseorang untuk di artikan dalam sebuah puisi. Gagasan ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:
                                                                        Signifier
Level semiotik ----------------------
                                                                                    Signifier
Puisi-Hypersign ------------------------------
Level simbolik Signified
Selain itu, puisi menggunakan bahasa untuk membangkitkan dan mengagungkan kualitas hidup spesial, dan memuaskan pembaca dengan perasaan. Hal itu adalah khususnya lirik puisi yang didasarkan pada perasaan dan masih menyediakan kelebihan emosional yang lain. Puisi adalah salah satu dari pemancar budaya yang paling efektif dan sangat kuat. Puisi terdiri dari sangat banyak elemen budaya – kiasan, kosa kata, idiom, termasuk nada yang tidak mudah diterjemahkan kedalam bahasa lain (Sage 1987: 12-13).
4.2.            Kelebihan menggunakan cerita pendek pada pengajaran bahasa
Fiksi pendek merupakan sebuah sumber tertinggi untuk mengamati tidak hanya bahasa tapi kehidupan itu sendiri. Dalam fiksi pendek, karakter-karakter bertindak diluar tindakan yang simbolis dan nyata yang mana orang-orang lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Dunia fiksi pendek mencerminkan dan menerangi kehidupan manusia (Sage 1987:43). Penyertaan fiksi pendek dalam kurikulum ESL/EFL menawarkan kelebihan edukasi sebagai berikut (Ariogul 2001:11-18):
·         Membuat tugas bacaan siswa menjadi lebih mudah karena menjadi sederhana dan pendek ketika dibandingkan dengan genre sastra yang lain,
·         Memperluas level lanjutan pandangan dunia pembaca tentang budaya yang berbeda dan kelompok masyarakat yang berbeda,
·         Menyediakan teks yang lebih kreatif, enkripsi, dan menantang yang mensyaratkan eksplorasi pribadi yang didukung dengan pengetahuan yang telah ada untuk pembaca level lanjutan,
·         Memotivasi siswa untuk membaca sebab menjadi sebuah materi yang otentik,
·         Menawarkan sebuah dunia keajaiban dan dunia misteri,
·         Memberikan siswa kesempatan untuk menggunakan kreatifitas mereka,
·         Mempromosikan kemampuan berpikir kritis,
·         Memfasilitasi pengajaran budaya asing (contoh; berfungsi sebagai sebuah instrumen yang berharga dalam mendapatkan pengetahuan budaya dari komunitas yang telah dipilih),
·         Membuat siswa merasa nyaman dan bebas,
·         Membantu siswa yang berasal dari berbagai latar belakang untuk berkomunikasi dengan satu sama lain karena bahasanya yang universal,
·         Membantu siswa untuk bergerak keluar dari makna yang terlihat dan menyelam kedalam makna yang lebih dasar/pokok,
·         Bertindak sebagai sebuah kendaraan yang sempurna untuk membantu siswa mengerti posisi mereka sendiri dengan mentransfer pengetahuan yang telah didapatkan ini untuk dunia mereka sendiri.
Singkatnya, penggunaan cerita pendek nampaknya menjadi sebuah teknik yang sangat membantu di kelas bahasa asing sekarang ini. Sebagaimana hal itu, cerita pendek membuat tugas membaca siswa dan jangkauan guru menjadi lebih mudah. Sebuah ciri-ciri penting dari cerita fiksi pendek adalah nilai universalnya. Untuk meletakannya secara berbeda, siswa di seluruh dunia telah mengalami cerita-cerita dan dapat menghubungkan cerita-cerita itu kepada mereka. Selain itu, fiksi pendek, seperti semua macam/tipe sastra, memberikan kontribusi kepada perkembangan kemampuan analitis kognitif dengan membawa keseluruhan nilai itu kepada sebuah hal yang padat dari sebuah situasi di setiap tempat dan momen (Sage 1987:43).
4.3.            Kelebihan menggunakan drama pada pengajaran bahasa
Menggunakan drama dalam sebuah kelas bahasa adalah sebuah sumber yang baik untuk pengajaran bahasa. Melalui penggunaan drama dapat dikatakan bahwa siswa menjadi familiar dengan struktur gramatikal dalam konteks dan juga belajar tentang bagaimana menggunakan bahasa untuk berekspresi, mengkontrol, dan menginformasikan sesuatu hal. Penggunaan drama meningkatkan kesadaran siswa terhadap bahasa dan budaya target. Dalam konteks ini, penggunaan drama sebagai sebuah alat belajar menjadi penting dalam mengajarkan sebuah bahasa asing. Namun, ada satu bahaya yang jelas: pembebanan kultural hendaknya dengan keras dihindari sebab itu akan membuat hilangnya ego bahasa dan identitas bahasa asli/asal dalam banyak kasus. Untuk meletakannya secara berbeda, pembelajaran bahasa hendaknya menjadi bebas-budaya tapi secara keseluruhan tidak kecenderungan-budaya. Unuk alasan ini, bahasa baru dan konteks drama seharusnya bersatu kedalam sebuah proses pembelajaran bahasa dengan minat, keterkaitan/relevansi, dan kenikmatan yang tinggi. Siswa hendaknya mempergunakan drama untuk mempromosikan pemahaman mereka terhadap pengalaman hidup, bercermin pada keadaan tertentu dan mengerti dunia ekstralinguistik mereka dalam cara yang lebih dalam (Saricoban 2004:15). Kelebihan edukasi dari drama berdasarkan (Lenore 1993), adalah sebagai berikut:
·         Menstimulasi imajinasi dan mempromosikan berpikir kreatif,
·         Mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
·         Mempromosikan perkembangan bahasa,
·         Mempertinggi kemampuan menyimak efektif,
·         Memperkuat pemahaman dan ingatan belajar dengan melibatkan makna-makna/indera sebagai bagian yang utuh dari proses belajar,
·         Meningkatkan empati dan kesadaran dengan sesama,
·         Mengembangkan rasa menghormati sesama dan kerja sama kelompok,
·         Menguatkan konsep diri yang positif,
·         Membekali guru dengan sudut pandang yang segar pada pengajaran.
Beberapa kelebihan edukasi lain dari penggunaan drama dalam kelas bahasa asing dapat didaftarkan sebagai berikut (Mengu 2002: 1-4):
Ø  Membawa otentisitas/keaslian kedalam kelas,
Ø  Mengekspos siswa kepada budaya target sebagaimana permasalahan sosial sebuah masyarakat yang mungkin sedang terjadi,
Ø  Meningkatkan kreatifitas, keaslian, sensitifitas, kefasihan, flexibilitas/keluwesan, stabilitas emosi, kerja sama, dan ujian sikap moral, sementara juga mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan apresiasi sastra,
Ø  Membantu siswa meningkatkan level kompetensi mereka dengan melihat kemampuan produktif dan reseptif mereka,
Ø  Membekali dasar/pondasi yang kuat bagi siswa untuk menjembatani celah yang ada antara kemampuan produktif dengan kemampuan reseptif mereka,
Ø  Menawarkan siswa ruang dan waktu untuk mengembangkan ide-ide baru dan wawasan dalam jangkauan/ruang lingkup konteks lingkungan,
Ø  Memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman baru dan bentuk-bentuk pengetahuan yang tidak dapat dicapai dalam cara belajar tradisional lain.
Dengan kata lain, penggunaan drama nampaknya menjadi sebuah teknik yang efektif dalam pengajaran bahasa asing yang berbasis komunikasi dan terpusat pada siswa sekarang ini. Karena drama adalah materi yang otentik, maka drama dapat membantu siswa mengungkapkan pemahaman aspek verbal/nonverbal mereka dari bahasa target yang mereka coba kuasai. Khususnya, guru, yang diharapkan untuk membuat pembelajaran bahasa menjadi lebih berwarna, bermotivasi, dan menarik yang dapat mempergunakan drama dalam kelas bahasa mereka. Karena drama adalah pemberlakuan kembali kejadian-kejadian sosial, siswa meningkatkan kepribadian mereka dan kode etik bertingkah laku. Jadi, mereka dapat meraih pengajaran yang lebih makna dan lebih realistis yang mana menguntungkan mereka pada  tingkat tertentu.
4.4.            Kelebihan menggunakan Novel pada pengajaran bahasa
Penggunaan novel adalah teknik yang bermanfaat untuk menguasai tidak hanya sistem linguistik tapi juga kehidupan dalam hubungannya pada bahasa target. Novel tidak hanya membawakan cerita tetapi juga menerangi kehidupan manusia. Menggunakan novel dalam sebuah kelas bahasa asing menawarkan kelebihan-kelebihan edukasi dibawah ini:
·         Mengembangkan level lanjutan pengetahuan pembaca tentang budaya-budaya yang berbeda dan kelompok masyarakat yang berbeda pula,
·         Meningkatkan motivasi siswa untuk membaca sesuatu yang otentik,
·         Menawarkan kehidupan nyata seperti setting/latar,
·         Memberikan siswa kesempatan untuk mempergunakan kreatifitas mereka,
·         Meningkatkan kemampuan berpikir kritis,
·         Membuka jalan untuk mengajarkan budaya dan bahasa target,
·         Memungkinkan siswa untuk bergerak keluar dari apa yang tertulis dan bergerak masuk kedalam apa yang dimaksud (tersirat).
Helton, C.A, J.Asamani dan E.D. Thomas (1998: 1-5) menerangkan kelebihan-kelebihan edukasi novel sebagai berikut:
Ø  Menstimulasi imajinasi siswa,
Ø  Membantu siswa mengidentifikasi emosi karakter sehingga mereka dapat belajar bagaimana yang lain berhadapan dengan situasi dan masalah yang mirip kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri,
Ø  Membantu mereka menguasai kemampuan-kemampuan yang akan memungkinkan mereka untuk mendapatkan informasi, memproses pengetahuan, mengidentifikasi permasalahan, merumuskan alternatif/pilihan, dan tiba pada keputusan dan solusi yang efektif, bermakna, dan reflektif.
Ø  Mengembangkan kemampuan berbahasa lisan maupun tulis,
Ø  Berfungsi sebagai sebuah batu loncatan untuk sejumlah besar pembelajaran dan aktifitas berpikir kritis yang terintegrasi yang dimulai dengan pemahaman dasar dan menulis dasar,
Ø  Menghadirkan cara yang unik dari pengajaran membaca dengan mendorong siswa untuk terlibat dan tertarik dengan proses membaca,
Ø  Memotivasi siswa untuk menjadi pembaca sepanjang hayat.
Ketika menseleksi sebuah novel untuk digunakan di kelas bahasa asing, guru bahasa hendaknya memperhatikan pada apakah novel tersebut mempunyai sebuah cerita yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa yang kemudian akan menjadi daya tarik ke seluruh kelas. Tema dan latar/setting memikat imajinasi siswa dan mengeksplorasi kondisi manusia hendaknya dimasukan kedalam sifat novel yang terpilih. Novel hendaknya mempunyai karakter-karakter yang kuat, alur langkah cepat dan menarik, dideskripsikan dengan baik, dan mudah diingat. Konten novel hendaknya sesuai kepada level kognitif dan emosi siswa. Tema dan konsep yang spesifik yang dikembangkan dalam kelas harus digabungkan juga kedalam novel.
Ketika menilai pemahaman, guru mungkin menggunakan tes novel yang mensyaratkan siswa untuk mengembangkan bagian kemampuan bahasa tulis seperti ejaan, tulisan tangan, tata bahasa, dan tanda baca. Tipe tes esai tertulis seperti itu membantu siswa secara bertahap untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menulis dan menyusun materi kedalam paragraf-paragraf dengan struktur kalimat yang dapat diterima. Tes dibuat tidak hanya dari pertanyaan-pertanyaan yang berdasar pada fakta yang berfungsi sebagai sebuah dasar penilaian pemahaman tapi juga pertanyaan-pertanyaan yang bersifat berakhir-terbuka (open-ended) yang mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Pertanyaan yang berakhir-terbuka memungkinkan siswa untuk memprediksi hasil, membuat perbandingan dan pertentangan, dan menggambarkan kesimpulan. Diskusi kelas dari tiap-tiap kejadian dalam novel terdiri dari pikiran pokok dan detil pendukung, termasuk siapa, apa, kapan, dimana, dan bagaimana. Detil/rincian dari berbagai isu-isu sosial seperti gangguan/pelecehan seksual dan aborsi, yang mana sering menjadi sebuah bagian yang utuh dari alur, dapat membangkitkan debat yang menarik. Diskusi dapat juga memfasilitasi pengembangan kosa kata (Helton, C.A, J.Asamani dan E.D.Thomas 1998: 1-5).
Secara singkat, penggunaan novel merupakan teknik yang sangat bermanfaat di kelas bahasa sekarang ini. Jika diseleksi secara cermat, menggunakan sebuah novel membuat pelajaran membaca siswa menjadi memotivasi, menarik dan menghibur. Walaupun banyak siswa menemukan bahwa membaca sebuah novel tertulis dalam sebuah bahasa target itu sulit, membosankan, tidak memotivasi, namun novel adalah sebuah cara yang efektif untuk membangun kosa kata dan mengembangkan kemampuan pemahaman membaca. Hanya lewat membacalah siswa bisa memperluas cakrawala, menjadi familiar dengan budaya-budaya lain, dan seterusnya mengembangkan kompetensi komunikatif interkultural mereka, mempelajari bagaimana melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Hasilnya akan berbuah menjadi kemampuan menulis dan berpikir yang kritis.
5.    Kesimpulan
Sastra berperan penting dalam program bahasa Inggris dari banyak negara non-berbahasa Inggris. Namun, ada beberapa permasalahan yang dijumpai oleh para guru bahasa dalam area pengajaran bahasa Inggris melalui sastra. Pertama, ada sedikit bahan/materi secara pedagogis terdesain sesuai yang bisa digunakan oleh para guru bahasa di sebuah kelas bahasa. Kedua, kurangnya persiapan di area pengajaran sastra di program TESL/TEFL. Ketiga, ketidakhadiran objektif yang jelas yang menentukan peran sastra di ESL/EFL. Banyak instruktur yang mencoba untuk memasukan sastra didalam kelas mereka, tapi mereka kurang latar belakang dan pelatihan di bidang tersebut.
Guru mempunyai sebuah peran penting dalam pengajaran bahasa Inggris melalui sastra. Pertama, dia harus menetukan tujuan pengajaran bahasa dalam hubungannya dengan kebutuhan dan harapan/ekspektasi siswa. Memberikan sebuah quesioner atau interview/wawancara dengan siswa secara lisan, guru dapat mengatur tujuan dan objektif pengajaran bahasa. Kedua, dia hendaknya memilih metode pengajaran bahasa, teknik mengajar, dan aktifitas kelas yang sesuai. Kemudian, guru harus memilih teks sastra yang relevan kepada tujuan dan objektif pengajarannya. Sementara memilih teks sastra yang akan digunakan dalam kelas, kemahiran berbahasa, minat, usia, jenis kelamin dan sebagainya harus dipertimbangkan agar tidak menjemukan siswa dengan materi/bahan yang tidak sesuai. Pada level/tingkat sekolah dasar, contohnya, siswa hendaknya diberikan cerita tertulis yang disederhanakan secara khusus. Pada level lanjutan, biarpun begitu, siswa diberikan karya sastra dalam bentuk aslinya sehingga mereka bisa mengembangkan kompetensi kesastraan mereka dalam bahasa target. Untuk meletakan itu dalam cara yang lain, siswa belajar secara praktis penggunaan bahasa target yang figuratif (kiasan) dan bahasa sehari-hari dalam teks sastra dan menjumpai genre sastra yang berbeda (contoh; puisi, cerita pendek, drama/lakon, dll.) pada level/tingkat lanjutan. Mengamati bagaimana karakter-karakter dalam sebuah drama atau sebuah cerita pendek menggunakan perumpamaan/kiasan, seperti kiasan/ibarat, metafora, metonomi, dan sebagainya sehingga akan memunculkan maksud komunikatif mereka, lalu siswa belajar bagaimana menulis bahasa Inggris dengan jelas, kreatif, dan efektif.

Sebagaimana Obediat (1997:32) menyatakan bahwa sastra membantu siswa untuk mendapatkan kompetensi seperti seorang penutur asli dalam bahasa Inggris, mengekspresikan ide-ide mereka dalam bahasa Inggris yang baik, belajar fitur-fitur bahasa Inggris modern, belajar bagaimana sistem linguistik bahasa Inggris digunakan untuk komunikasi, melihat bagaimana ekspresi idiomatis digunakan, berbicara dengan jelas, dengan tepat, dan secara ringkas dan menjadi lebih cakap dalam bahasa Inggris, sebagaimana menjadi siswa yang kreatif, kritis, dan analitis. Custodio dan Sutton (1998:20) menjelaskan bahwa sastra dapat membuka cakrawala kemungkinan (possibilities), memungkinkan siswa untuk bertanya, bertafsir, menghubungkan, dan bereksplorasi. Singkatnya, sastra menyediakan siswa dengan sebuah sumber materi yang otentik dan kaya serta tidak ada bandingannya. Jika siswa dapat memperoleh akses kedalam materi ini dengan mengembangkan kompetensi sastra, kemudian pada akhirnya mereka dapat menghayati bahasa pada level tinggi secara efektif (Elliot 1990:198). Khususnya, untuk para siswa dengan kecerdasan verbal/linguistik, penggunaan sastra oleh guru bahasa dalam sebuah kelas bahasa asing berfungsi untuk menciptakan pelajaran yang sangat memotivasi, menghibur dan hidup. Sastra tidak hanya merupakan sebuah alat untuk mengembangkan kemampuan tulis dan lisan siswa dalam bahasa target tetapi juga merupakan sebuah jendela pembuka kedalam budaya bahasa target, juga membangun sebuah kompetensi kultural pada diri siswa sendiri.