Menjelajah Kajian Kompleks antara Teks dan Grammar
Oleh: Denny Nugraha
Tadris Bahasa Inggris (TBI-B) Semester V
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon
Pendahuluan
Chapter review ini diniati sebagai ulasan dan tinjauan mengenai
penjelajahan kompleksitas teks dengan grammar yang digaungkan oleh
linguist besar M.A.K Halliday (2004). Unit-unit gagasan yang akan diulas dalam
tulisan ini mencakup tiga hal mendasar dalam fokus Functional Grammar
seperti yang diterangkan oleh Halliday yaitu: kriteria teks dan grammar, relasi
antara teks dan grammar, identifikasi grammar dalam teks.
Kriteria Dasar Teks dan Grammar
Definisi mengenai teks sudah banyak dibahas dan merupakan satu
kajian yang umum di dunia linguistik terapan (applied linguistics).
Selama kita berbahasa, maka selama itulah kita akan bergelut dengan teks. Hal
ini secara khusus menyatakan bahwa dalam kehidupan kita sehari-hari kita selalu
menemukan dan menggunakan teks. Kenyataan bahwa manusia adalah makhluk sosial menunjukkan
bahwa bahasa merupakan kebutuhan yang sangat mendasar. Interaksi sosial yang
dibangun oleh dua orang atau lebih dengan menggunakan bahasa tertentu dibangun
terlebih dahulu melalui teks.
Suatu kriteria dibutuhkan untuk menjelaskan dan menentukan sebuah
teks. Menurut Hoed (2011) dalam Emilia (2014), menyatakan bahwa suatu teks yang
dihasilkan menggunakan bahasa tertentu pertama kali dirumuskan didalam pikiran,
setelah itu diungkapkan entah itu secara lisan ataupun tulisan. Hal ini karena
teks merupakan hasil yang mana manusia merumuskan pemikiran dan perasaannya
secara verbal dan dengan demikian teks juga merupakan produk dari praktik
berbahasa dan berbudaya. Namun sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya
bahwa kriteria dasar dari teks itu tidak hanya terbatas pada bahasa secara
verbal, namun juga dapat diungkapkan secara tertulis.
Sebuah teks hanya
dapat digunakan untuk tujuan yang komunikatif ketika teks itu memiliki beberapa
kriteria dasar. Pertama, seperti yang telah dibicarakan sebelumnya yaitu
ialah wujud dari teks tersebut, yaitu dalam bentuk ujaran (spoken/utterance)
dan dalam bentuk tulisan (written). Kedua, sebagaimana menurut
Christie (2005) yang dikutip oleh Emilia (2014), menyebutkan bahwa “A text
is any meaningful passage of language” yang berarti sebuah teks adalah
setiap wacana yang bermakna dari suatu bahasa. Oleh karena itu, sebuah teks
hanya dapat disebut sebuah teks jika mempunyai makna tertentu. Tanpa adanya
makna, maka teks tidak bisa digunakan dalam komunikasi. Ketiga, sebuah
teks harus mempunyai struktur atau kaidah tertentu yang telah disepakati oleh masyakat
sebagai pengguna bahasa. Hal ini penting karena jika tidak adanya kaidah
bahasa, maka makna yang ada dalam teks tidak dapat tersampaikan. Keempat
dan yang terakhir adalah bahwa sebuah teks memiliki sebab dan alasan tertentu
yang melatarbelakanginya. Inilah yang disebut dengan konteks dari sebuah teks
yang akan dijelaskan lebih lanjut.
Ada banyak sekali
cara atau pendekatan yang digunakan oleh para linguist dalam mendefinisikan grammar.
Istilah “grammar” awalnya digunakan untuk mengatur penggunaan bahasa dan juga
merupakan standar yang telah ditetapkan bagi masyarakat pengguna bahasa. Grammar
umumnya merujuk kepada segala sesuatu yang berhubungan dengan kaidah atau
seperangkat aturan dari sebuah bahasa. Istilah ini juga sering digunakan untuk
merunut pada segala sesuatu hal yang menjadi tolak ukur atas pengetahuan
seseorang mengenai bahasa yang digunakannya. Pada umumnya, setiap bahasa di
dunia ini memiliki apa yang dinamakan grammar. Seseorang yang lahir dan
tumbuh di suatu negara tertentu yang masyarakatnya menggunakan suatu bahasa
akan secara alami menguasai grammar dari bahasa tersebut.
Untuk menentukan kriteria dari grammar, kita harus terlebih
dahulu memahami karakteristik dari grammar. Menurut Derewianka (1998)
dalam Emilia (2014) menyatakan bahwa “Grammar is a way of describing how
language works to make meaning within a particular culture” yang berarti
bahwa grammar merupakan sebuah cara menggambarkan bagaimana bahasa itu
bekerja untuk membuat makna dalam sebuah budaya tertentu. Dengan kata lain,
adanya grammar membuat bahasa sebagai sistem dan sumber makna (meaning-making
resource) dari setiap produk bahasa. Produk bahasa yang dimaksud salah
satunya adalah teks yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebagaimana telah
diketahui bahwa sebuah teks yang bermakna harus mempunyai kaidah bahasa yang
disebut grammar.
Berdasarkan keterangan diatas, kriteria dasar dari grammar
dalam kajian/studi Functional Grammar ditentukan sesuai dengan fungsi
dari grammar itu sendiri dalam bahasa. Yang pertama adalah sebagaimana
dinyatakan oleh Halliday (1985) dalam Halliday dan Matthiessen (2004) bahwa “Grammar
is the central processing unit of language, the powerhouse where meanings are
created” maksudnya adalah bahwa grammar berfungsi sebagai unit
pemroses pusat dari bahasa dimana makna diciptakan. Hal ini menunjukkan bahwa grammar
adalah rujukan sentral untuk membuat teks itu bermakna dalam suatu interaksi.
Yang kedua adalah fungsi strukturisasi bahasa oleh grammar. Dengan
adanya grammar, maka penggunaan bahasa menjadi lebih sistematis dan
mudah dipahami oleh penggunanya. Yang ketiga ialah seperti dinyatakan oleh Butt
et al (2000) yang dikutip oleh Emilia (2014) bahwa “Grammar, to many people
can also signify a fairly rigid set of rules for speaking and writing, the
breaking of which will mark you out as uneducated, unsophisticated or even
uncouth”, berarti bahwa bagi banyak orang grammar juga dapat berarti
seperangkat aturan-aturan yang agak kaku untuk berbicara dan menulis, yang mana
jika kita melanggar aturan-aturan itu kita akan dicap sebagai orang yang tidak
berpendidikan dan tidak berbudaya.
Dengan terus berkembangnya kajian bahasa, maka wilayah kajian grammar
dan teks pun juga ikut semakin berkembang. Dengan kata lain, sebagaimana
Halliday dan Matthiessen (2004) menjelaskan bahwa “text is any
instance of language, in any medium, that makes sense to someone who knows the
language” berarti teks ialah setiap contoh bahasa, dalam media apa saja,
yang dapat diterima oleh seseorang yang mengetahui bahasanya. Dan begitu pula
dengan grammar, yang tidak hanya melihat bahasa berdasarkan atas
strukturnya atau merupakan sekedar standar aturan belaka, melainkan juga
sebagai sumber pembuatan dan penyampaian makna (meaning-making).
Relasi antara Teks dan Grammar
Teks dan grammar
merupakan dua sejoli yang tak terpisahkan dari kajian mengenai bahasa. Ketika
kita membicarakan teks, maka kita juga sekaligus baik disadari atau tidak
membicarakan grammar. Begitu juga sebaliknya, ketika kita mempelajari grammar
bahasa Inggris contohnya, maka kita pasti mempelajari contoh-contoh penggunaan grammar
(tenses, plurality, clause) melalui teks. Teks sebagaimana telah diketahui
merupakan contoh bahasa, sehingga tidak heran jika kita selalu menghubungkan
antara grammar dan teks. Karena grammar merupakan “Theory of Wordings”
yang mana berarti teori dalam merangkai kata-kata sehingga membentuk sebuah
teks yang utuh. Oleh karena itu, hubungan antara teks dan grammar
menjadi lebih kompleks.
Lebih lanjut,
menurut Halliday (1985) dalam Emilia (2014) bahwa “A text is a semantic
unit, not a grammatical one. But meaning are realised through wordings; and
without a theory of wordings-that is grammar- there is no way of making
explicit one’s interpretation of the meaning of the text” yang maksudnya
adalah sebuah teks adalah sebuah unit semantik, bukan unit gramatikal, tetapi
makna direalisasikan/dinyatakan melalui penyusunan kata dan tanpa teori
penyusunan kata yaitu grammar, maka tidak ada cara membuat
eksplisit/jelas interpretasi makna teks tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
tanpa adanya grammar, maka makna (meaning) suatu teks tidak
mungkin dapat direalisasikan. Oleh karena itu, relasi yang terbangun antara
teks dan grammar tidak bisa dipisahkan dan merupakan satu kesatuan
komponen bahasa yang utuh.
Selain itu, teks
dan grammar secara khusus mempunyai hubungan yang bersifat timbal balik
dan saling mempengaruhi. Contohnya adalah pengetahuan akan grammar yang
baik akan memberikan dampak penggunaan bahasa yang baik pula. Seperti ketika
kita dapat berbicara atau menulis dalam bahasa Inggris dengan baik (well-organized),
maka itu artinya kita mempunyai pemahaman tentang English grammar yang
mumpuni. Sebagaimana dikatakan oleh Derewianka (1998) dikutip oleh Emilia
(2014) bahwa “To write a good text, we need a conscious knowledge of
grammar, so we can make words work for us”, yang berarti bahwa kita butuh
pengetahuan/wawasan yang sadar akan grammar untuk bisa menulis sebuah teks yang
baik, sehingga kita dapat membuat teks itu berguna dan bermakna. Pengetahuan
akan grammar, berdasarkan Derewianka (1985) mencakup pengetahuan tentang
kata-kata, bagaimana kata-kata itu tersusun, dan bagaimana kata-kata itu
dikombinasikan menjadi kalimat atau klausa.
Dalam kajian Systemic
Functional Linguistics dan Systemic Functional Grammar diketahui
bahwa teks adalah objek kajian bahasa yang utuh dan bermakna, bukan dalam
kata-kata atau klausa yang terisolasi/terpisah. Karena kita sebagai pengguna
bahasa berkomunikasi dan berinteraksi dalam teks. Ada perbedaan yang mendasar
antara teks dan klausa seperti yang dijelaskan oleh Halliday (2009) bahwa “The
difference between a text and a clause is that a text is a semantic entity,
i.e. a construct of meaning, whereas a clause is a lexicogrammatical entity,
i.e a construct of wording”, yang berarti perbedaan antara sebuah teks dan
sebuah klausa adalah bahwa sebuah teks adalah unit entitas/kesatuan semantik
yaitu merupakan sebuah konstruksi makna (meaning), sedangkan sebuah
klausa adalah sebuah unit entitas/kesatuan leksikogramatikal yaitu merupakan sebuah
konstruksi penyusunan kata (wordings).
Grammar secara
langsung membangun makna yang diawali dengan dibentuknya kata-kata yaitu pada
level lexicogrammar. Setelah itu, kata-kata itu membentuk sebuah klausa
atau lebih sehingga tersusun menjadi sebuah teks yang utuh. Dalam hal ini,
grammar-lah yang berfungsi untuk membuat makna dengan mengelola wordings
pada tahap leksikogramatik dan mengusung unit semantik untuk sebuah teks.
Sebagaimana dikatakan oleh Emilia (2014) bahwa “Grammar makes meaning and
without the grammar, the meanings do not exist”, grammar menjadikan makna
itu ada dan tanpa adanya grammar, maka tidak akan mungkin makna itu ada.
Sebagaimana yang
telah dijelaskan terdahulu bahwa teks merupakan contoh yang salah satunya
digunakan untuk kepentingan kajian/studi analisis linguistik. Karena semua
deskripsi grammar dan data linguistik yang dibutuhkan dalam penelitian atau
analisis bahasa itu didasarkan kepada teks. Hal ini relevan dengan apa yang
dinyatakan oleh Halliday (2004) bahwa “Text is the form of data used for
linguistics analysis; all description of grammar is based on the text”.
Pada akhirnya, teks sebagai salah satu produk/hasil bahasa hanya akan menjadi
teks tidak dilihat dari panjang atau pendeknya melainkan makna yang ada
didalamnya, dan juga teks akan menjadi teks ketika teks itu dibaca/diujarkan
atau ditulis.
Identifikasi Makna Teks
melalui Grammar dan Konteks
Konsep yang ada
dalam grammar sebagaimana didasarkan pada kajian Functional Grammar
bahwa teks mencerminkan pertukaran informasi dan pengalaman antar pengguna
bahasa yang terlibat interaksi. Ketika terjadi suatu interaksi, entah itu
secara lisan maupun tulisan, teks diorganisir dengan grammar melingkupi suatu
makna dan tujuan tertentu bersama konteksnya. Secara semantik, teks sebagai
ujaran atau tulisan selain harus terorganisasi dengan baik (gramatikal) juga
harus mempunyai konteks yang mengiringinya. Hal inilah yang dapat dikatakan ‘Interdependence’,
karena pada dasarnya bahasa digunakan untuk menuju sesuatu (tujuan) yang dikehendaki
oleh pembicara atau penulis. Oleh karena itu, identifikasi mengenai grammar
dalam teks dan konteks dalam teks merupakan proses untuk menggali makna dalam
sebuah teks.
Dalam
mengidentifikasi makna sebuah teks, kita harus mengetahui terlebih dahulu
konteks yang datang bersama teks tersebut. Seperti ketika kita berinteraksi
dengan orang lain, tentunya kita mempunyai tujuan dan makna tertentu. Makna itu
dibuat oleh grammar tetapi ditentukan arahnya oleh konteks. Hal ini sebagaimana
diusulkan oleh Collerson (1994) dalam Emilia (2014) bahwa “Whenever we use
language-in speaking or listening, in writing, reading or just thinking-we
select and arrange the words and other components in certain ways, according to
certain principles, though usually we’re not aware of doing so. It is this
organisation which enables us to achieve all the various purposes for which we
use language”, berarti bahwa kapan saja kita berbahasa (berbicara,
mennyimak, menulis, dan membaca atau hanya sekedar berpikir) kita memilih dan
menyusun kata-kata (grammar) dan komponen lain (konteks) dalam cara-cara
tertentu, berdasarkan pada prinsip-prinsip tertentu. Pengelolaan inilah yang
memungkinkan kita untuk mencapai berbagai tujuan dengan menggunakan bahasa.
Sebagaimana dalam
melihat konteks suatu teks, menurut Halliday (1985) yang dikutip oleh Emilia
(2014) bahwa “The text creates the context as much as the context creates
the text, meaning arises from the friction between the two”, yang berarti
teks itu menciptakan konteks sebanyak konteks menciptakan teks, lalu makna
muncul dari pergesekan antara keduanya. Oleh karena itu, makna secara
gramatikal (clause/sentence meaning) adalah makna literal (secara
harfiah), namun makna bersama konteks akan menghasilkan atau membawa teks
kepada rujukan yang sebenarnya dituju oleh pembicara atau penulis. Jadi, setiap
teks membutuhkan grammar (wordings) dan juga konteks situasi (apa,
siapa, bagaimana) dan budaya (mengapa) (situation/culture) untuk dapat
diidentifikasi makna atau meaning-nya.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa
teks merupakan satu kesatuan makna yang disusun dan terorganisasi melalui
grammar dan dikelilingi oleh konteks yang melingkupinya. Sedangkan grammar
merupakan suatu cara bagaimana teks itu disusun melalui tahap wordings,
klausa dan pemaknaan. Setelah itu konteks merupakan sesuatu hal yang melingkupi
teks dan menentukan arah atau tujuan dari makna yang dibuat oleh grammar dalam
teks. Hubungan antara grammar dengan teks dan konteks dapat dilihat melalui
definisi yang diberikan oleh Halliday (2004) bahwa grammar adalah “Theory of
experience”, yaitu yang berarti bahwa setiap kegiatan bahasa selalu
berurusan dengan pengalaman yang hendak disampaikan oleh seorang pembicara atau
penulis.
Referensi
Emilia, Emi. 2014. Introducing Functional Grammar. Bandung:
Pustaka Jaya
Halliday, M.A.K and Matthiessen, M.I.M. 2004. An Introduction to
Functional Grammar. London: Hodder Arnold.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar